Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CITA Dukung Pemerintah soal Perubahan Besaran PTKP

CITA Dukung Pemerintah soal Perubahan Besaran PTKP Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan rencana pemerintah mengkaji ulang besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), yang dinilai tinggi dibandingkan negara ASEAN, dapat diterima secara rasional.

"Pendapat ini dapat dimaklumi dan diterima secara rasional sebagai tantangan untuk membedah komponen rasio pajak agar lebih 'apple to apple' dan 'fair' ketika dibandingkan dengan negara lain," ujar Yustinus dalam pernyataan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani berpendapat PTKP Indonesia yang tinggi dan melebihi negara ASEAN, meskipun tingkat pendapatan per kapita Indonesia lebih rendah, sebaiknya diperhitungkan sebagai komponen sewaktu membandingkan rasio pajak atau level penerimaan pajak.

Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun atau pendapatan Rp4,5 juta per bulan. Sebab, besaran PTKP berdasarkan pendapatan per kapita memengaruhi penerimaan pajak yang tentunya berimbas ke rasio perpajakan (tax ratio). Dibandingkan dengan Malaysia, PTKP negeri jiran tersebut sebesar Rp13 juta per tahun. Semakin tinggi besaran PTKP dinilai akan semakin menggerus pendapatan pajak dan tax ratio yang saat ini masih 10,3 persen.

Menurut Yustinus, secara umum, persentase insentif atau fasilitas sebaiknya menjadi faktor yang diperhitungkan dalam perbandingan. Ia sependapat bahwa rasio pajak lebih bersifat indikatif dan tidak dapat dijadikan ukuran perbandingan yang presisi mengingat variasi komponen jenis pajak atau penerimaan yang berbeda-beda, termasuk jenis dan besaran insentif atau fasilitas.

"Kami mendukung upaya melakukan penelitian dan penghitungan ulang agar terumuskan formulasi rasio pajak yang lebih representatif dan dapat dibandingkan, agar dapat digunakan sebagai ukuran kinerja yang objektif dan fair," ujar Yustinus.

Ia mencontohkan misalnya memasukkan "natural resources revenue" (termasuk PNBP), iuran BPJS, pajak dan retribusi daerah, dan menghitung besaran insentif/fasilitas berupa pengurangan (deduction), pengecualian (exemption/exception), tax holiday/tax allowance.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah penghasilan sampai jumlah tertentu yang tidak dikenai pajak (non-taxable income) karena digunakan oleh wajib pajak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya agar dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang akan menjadi objek pajak (minimum standard of living/subsistence level allowances). PTKP menurut UU disesuaikan dengan memperhitungkan harga kebutuhan pokok, dapat disesuaikan oleh Menteri Keuangan dengan pertimbangan DPR. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: