Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memasuki Era Digital dan Otomasi

Oleh: Diaz Priantara, Ak, BKP, CA, CPA, CICA, CCSA, CRMA, CFSA, CIA, CFE

Memasuki Era Digital dan Otomasi Kredit Foto: Reuters/Leonardo Benassatto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dunia akan dan sedang melakukan?transformasi digital dan otomasi. Dampaknya mulai terasa. Demikianlah simpulan singkat yang saya buat ketika membaca artikel-artikel dari Digital Future of Work Summit in New York yang diselenggarakan oleh McKinsey Global Institute (MGI) dan New York University?s Stern School of Business.

Untuk perusahaan komersial dan saya kira institusi pemerintah pun sama, memanfaatkan teknologi digital dan otomasi akan mempermudah dan mempercepat layanan, meningkatkan standardisasi layanan, serta meningkatkan efisiensi dengan menekan biaya per unit melalui cakupan penggunaan yang lebih luas, lebih cepat, dan lebih banyak.

Contoh: teknologi digital dan otomasi sudah merambah industri perbankan, perdagangan ritel, dan kurir. Benar bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah mengelola perubahan dan risiko karena ada perubahan yang bergerak cepat yang bila kita tidak mampu mengantisipasi akan membuat kita menjadi tidak layak jual dan menjadi fosil atau cerita sejarah.

Implikasi perubahan ini bukan hanya kepada organisasi atau perusahaan yang harus mengubah cara investasi serta mengubah pengelolaan pola pikir, budaya, dan kompetensi pegawai, namun berdampak juga bagaimana industri pendidikan menyiapkan lulusan yang adaptif dan mampu segera mengikuti teknologi digital dan otomasi. Misalkan pada jurusan akuntansi, apakah lulusannya tahu secara umum tentang enterprise resource system, perangkat lunak generalised assisted audit tools, dan database.

Pengembangan kompetensi pegawai tidak lagi secara klasikal. Benang merahnya adalah yang harus disiapkan kepada pegawai termasuk calon pegawai baru adalah pola pikir dan sifat yang adaptif dan fleksibel karena apa yang sudah dipelajarinya akan segera menjadi berbeda atau berubah. Dibutuhkan juga mentalitas dan semangat pembelajar dan inovator. Bahkan keterampilan ke depannya akan tidak terstruktur dan kurang dapat diprediksi sebagai akibat perubahan memanfaatkan teknologi digital, artificial intelligence, dan otomasi.

Semua yang terstruktur dan rutinitas jelas akan diambil alih oleh teknologi digital, artificial intelligence dan otomasi, kemudian menyisakan sedikit personel untuk menjalankan dan mengawasi.

Saya tertarik dengan gagasan Anne-Marie Slaughter, President dan CEO New America, yang menyebut kompetensi yang dibutuhkan dan perlu dikembangkan adalah berpikir analitis secara tajam, kreatif, pendekatan manusia seperti kerja sama tim, komunikatif, presentatif, dan persuasif. Rupanya karena hard skill hampir digantikan oleh otomasi dan teknologi maka kemampuan soft skill-lah yang menjadi di depan.

Saya jadi teringat pengajaran oleh Profesor di Universitas Brawijaya bahwa yang dibutuhkan kepada Anda adalah kemampuan memahami statistik, data dan populasi, desain penelitian, dan menganalissi hasil statistik. Bukan lagi kemampuan menghitung angka-angka statistik dan menghapal rumus statistik karena hal itu sudah diambil alih oleh perangkat lunak.

Hal ini sama seperti pernyataan James Manyika, Chairman dan Director MGI, "Would I ask him to focus just on statistics? No, because I think machines can calculate statistics and analytical things incredibly well. But it?s important to understand how statistics works".

Dalam waktu dekat akan tiba tuntutan work at home. Hal ini dimungkinkan karena adanya dukungan teknologi dan sistem informasi, selain tuntutan kekinian seperti lebih efisien dengan menghemat bahan bakar ke kantor, menghemat sewa ruangan kantor, dan lebih menyenangkan tentunya sehingga dapat mendorong keterikatan emosi dan moral pegawai (engagement). Mungkin konsep ini saat ini dianggap menabrak kemapanan dan menyebabkan kecurigaan atas presensi dan produktivitas.

"It lasted for about 70 years, and it?s coming to an end", kata Carl Camden, CEO Kelly Services, perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya manusia. Demikian pula Susan Lund, partner MGI, "the number of jobs where you need to be present at an office 9-to-5, five days a week, is going to continue to decline". Bahkan kecenderungannya adalah orang ingin bebas atau melakukan pekerjaan freelance atau menggarap berbagai varian peluang dengan dukungan teknologi seperti membuat startup. Rutinitas 9-to-5 atau 8-to-5 atau pegawai bekerja penuh waktu adalah era industri.

Pakar teknologi dan ekonom berdebat tentang dampak teknologi otomasi di tempat kerja. Ada yang pesimis karena teknologi membawa kekacauan dan gangguan ke peluang kerja atau disruptive technology. Ada yang optimis karena akan meningkatkan produktivitas untuk perekonomian dan membuka peluang kerja baru.

Apa yang harus disiapkan oleh perusahaan atas risiko disruptive technology? Banyak risiko yang harus dipikirkan oleh perusahaan mulai yang tingkatnya katastropik yaitu perusahaan menjadi punah karena kalah dari pesaing dan konsumen yang mendahului mengembangkan dan menggunakan teknologi atau risiko lainnya seperti investasi yang usianya menjadi sangat singkat sehingga memerlukan perhitungan cermat titik impasnya dan strategi pemasaran dan penjualan, atau risiko yang berdampak kepada aset manusia yaitu dengan makin singkatnya keterikatan kerja pegawai yang cakap kompetensinya atau makin tidak menariknya perusahaan diminati oleh pegawai yang cakap kompetensinya ataupun sulit memperoleh pegawai baru yang berkualitas.

Dari sudut pandang ekonomi makro mestinya pemerintah mengantisipasi risiko teknologi ini dengan memperbaiki pendidikan yang memberi ruang kepada adaptif dan fleksibel, kreatif dan inovatif, serta mampu mengelola risiko dan peluang.

Dari sisi ekonomi makro terjadi pemberhentian kerja karena dampak teknologi, pemerintah harus melakukan antisipasi dengan membentuk peluang kerja untuk mempekerjakan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran atau istilahnya adalah kita harus segera memikirkan pengerjaan kembali secara masif ketimbang pemberhentian masif akibat dampak teknologi yang pasti akan diambil oleh korporasi komersial agar bertahan dari persaingan bisnis.

Apakah auditor intern di sektor komersial atau bisnis dan sektor publik, termasuk auditor ekstern sektor publik telah melakukan kaji ulang kemampuan organisasi dan pemerintah mengantisipasi dan mengelola risiko tersebut?

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: