Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK Minta Masyarakat Bali Waspadai UN Swissindo

OJK Minta Masyarakat Bali Waspadai UN Swissindo Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Denpasar -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat di Bali untuk mewaspadai modus baru yang kini dilakukan United Nations Swissindo World Trust International Orbit (UN Swissindo) yaitu dengan menerbitkan kupon biaya peningkatan kesejahteraan hidup.

"Masyarakat harus tetap waspada sekaligus penawaran kupon itu," kata Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Zulmi di Denpasar, Senin (21/8/2017).

Menurut dia, OJK Satgas Waspada Investasi Pusat tengah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, intelijen dan Bank Mandiri serta instansi terkait lainnya untuk membahas tindak lanjut modus baru itu.

"Senin ini (21/8) OJK dan Satgas Waspada Investasi Pusat memanggil Ketua UN Swissindo," imbuh Zulmi.

Belakangan ini perusahaan tersebut menawarkan modus baru dengan menerbitkan Voucher Human Obligation (VM1) atau biaya peningkatan kesejahteraan hidup yang bisa dicairkan di salah satu perbankan.

"UN Swissindo saat ini tidak hanya menerbitkan dokumen pelunasan hutang debitur, namun belakangan ini perusahaan tersebut menggunakan modus baru dengan kupon," ucapnya.

Masyarakat, lanjut dia, diharapkan tidak mudah percaya dengan informasi tersebut karena dinilai tidak masuk akal dan belum jelas kebenarannya. Dia mengharapkan masyarakat untuk bertandang ke OJK apabila ingin mendapatkan informasi yang jelas terkait investasi maupun hal lainnya terkait tawaran-tawaran pelunasan utang dan lainnya.

OJK Bali bersama Satgas Waspada Investasi di daerah sedsng berupaya agar modus tersebut tidak sampai menelan korban khususnya di Bali dan Nusa Tenggara. Satuan Tugas Waspada Investasi Pusat di Jakarta yang beranggotakan OJK, kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait lainnya sebelumnya telah menetapkan bahwa UN Swissindo melakukan praktik ilegal.

Sebelumnya modus yang dilakukan lembaga tersebut yakni merayu nasabah atau debitur untuk menjadi anggota dengan membayar sejumlah uang iuran dan berjanji akan melunasi utangnya di bank atau lembaga pembiayaan.

Kewajiban kredit debitur, kata dia, akan diambil alih dua perusahaan itu berikut agunannya atas nama negara. Modus lainnya adalah nasabah yang sudah tergiur tersebut, merekrut nasabah lain khususnya nasabah atau debitur yang dalam keadaan bermasalah saat menyelesaikan kewajiban kredit di bank atau lembaga pembiayaan.

Selanjutnya, lembaga ilegal tersebut akan menyurati pihak bank atau lembaga pembiayaan atas nama nasabah bahwa mereka menjamin pelunasan utang nasabah. Tindakan ilegal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu sistem perkreditan nasional yang bisa membuat kredit macet semakin meningkat. (CP/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: