Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tools Analisis 'Big Data' Belum Populer di Indonesia

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Penerapan tools untuk analisis big data hingga kini belum begitu populer di Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari minimnya jumlah data scientist di Indonesia dan belum adanya kesadaran pebisnis secara masif terkait kegunaan data.

Direktur Virtus Indonesia Christian Atmadjaja mengungkapkan minimnya data scientist merupakan salah satu indikator dari belum maraknya penerapan big data oleh perusahaan-perusahaan.

"Kalaupun ada, itu baru tahap awal. Kendalanya pemilik bisnis di Indonesia belum menyadari data yang mereka miliki bisa digunakan untuk membuat mereka menjadi lebih kompetitif. Data scientist pun masih terbatas," ungkapnya di sela-sela acara Virtus Showcase 2015 di Hotel JW Marriott Kuningan, Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Pria berkacamata ini menambahkan hampir semua industri punya problem terkait data dan persoalan tersebut akan meningkat seiring penambahan jumlah data. Oleh sebab itu, sejumlah tools diperlukan guna menganalisis data.

"Sekarang perusahaan mesti mampu menganalisis data yang mereka miliki dan data itu jumlahnya semakin banyak, semakin cepat, dan realtime. Jadi, diperlukan analisis untuk membaca pola-pola yang dibentuk oleh data," paparnya lagi.

Saat ini, lanjut Christian, tantangan terbesar dalam mengelola data adalah bagaimana menggabungkan data terstruktur dan tidak terstruktur. Dia mencontohkan operator selular Telkomsel yang mesti mengelola jutaan data tiap hari. Perusahaan-perusahaan seluler maupun perbankan, tegas Christian, telah mulai memberikan perhatian pada big data.

Sementara itu, Vice President Digital Advertising Telkomsel Haryati Lawidjaja membenarkan perusahaannya telah mendapatkan sejumlah manfaat ketika menganalisis data yang dimiliki. Adapun, data yang mesti diolah pihak Telkomsel mencapai 114 juta data pelanggan.

"Kita bisa ukur dan kita harus mengerti konsumen. Misalkan, dalam billboard iklan, berapa banyak orang yang lewat, ketertarikannya seperti apa, demografinya seperti apa, hobinya apa. Jadi, bisa right time right place dan semakin akurat semakin baik," urainya.

Haryati tak menampik minimnya jumlah data scientist di Indonesia. Menurutnya, kebutuhan profesi tersebut semakin besar. Pasalnya, setiap perusahaan bila ingin menjadi kompetitif dan mengambil keputusan yang tepat maka dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis data.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Febri Kurnia
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: