PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berhasil menekan kerugian hingga 36,5 persen pada Q1 2018. Perseroan berhasil menekan potensi kerugian pada Q1 2018 menjadi US$64,3 juta dibanding kerugian pada Q1 2017 sebesar US$101,2 juta
Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N. Mansury, mengungkapkan bahwa di tengah tren penurunan kinerja operasional industri penerbangan global, meningkatnya harga fuel serta menguatnya mata uang US$?terhadap mata uang lainnya, Garuda Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan positif kinerja finansial dan operasionalnya.
?Capaian kinerja perseroan pada Q1-2018 tentunya tidak terlepas dari tantangan industri penerbangan global yang masih tertekan dan terbebani oleh harga bahan bakar yang meningkat. Namun demikian, perseroan berhasil menekan potensi kerugian sebesar 36,5% pada Q1 2018,? jelas Pahala?dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Perseroan juga berhasil membukukan operating revenue pada Q1 2018 sebesar US$983 juta dengan pertumbuhan sebesar 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$910.7 juta. Pertumbuhan kinerja operasional tersebut juga ditunjang oleh efektifitas program efisiensi yang dilaksanakan, peningkatan jumlah penumpang, peningkatan angkutan kargo, peningkatan utilisasi pesawat serta peningkatan kinerja anak perusahaan.
?Capaian pertumbuhan pendapatan operasional ini tentunya menjadi momentum tersendiri bagi perseroan untuk terus memperkuat kinerja operasional di tengah iklim industri penerbangan yang kurang kondusif di periode Januari?Maret 2018 yang merupakan periode low season", jelas Pahala.
Pahala mengungkapkan, melalui momentum pertumbuhan kinerja yang berhasil dicapai perusahaan tersebut, pihaknya optimistis kinerja operasional dan keuangan perusahaan akan terus tumbuh positif. Sesuai proyeksinya, Garuda Indonesia diharapkan dapat mencatatkan keuntungan sebesar US$8,7 juta hingga akhir tahun 2018 ini.
Pahala menambahkan, ?Kinerja perseroan pada Q1 2018 juga turut dipengaruhi oleh kinerja rute internasional pada periode Januari?Februari yang masih mengalami tekanan akibat dampak travel warning erupsi Gunung Agung oleh sejumlah negara pada awal tahun 2018 lalu. Kinerja rute internasional, khususnya sektor penerbangan menuju Bali, dari sejumlah negara seperti Jepang, Korea, dan Cina masih belum pulih hingga akhir Februari 2018.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: