Morula IVF Indonesia menjadi motor penggerak bagi layanan bayi tabung di Indonesia untuk bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Wajah Chief Executive Officer Morula IVF Indonesia, Ivan Sini, tampak serius ketika membicarakan permasalahan kesehatan di Indonesia. Ia mengatakan Indonesia menghabiskan hampir Rp700 triliun per tahun untuk kebutuhan medical tourism. Uang sebesar itu mengalir ke luar negeri karena masyarakat Indonesia kurang percaya dengan layanan kesehatan di Tanah Air.
Ivan Sini menyampaikan ada stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa pengobatan yang terbaik itu ada di luar negeri seperti di Malaysia atau Singapura.
"Di Indonesia masih banyak sekali pasien yang memilih untuk berobat ke luar negeri. Setiap tahun hampir Rp700 triliun keluar dari Indonesia untuk?medical tourism," katanya di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Peran Penting Ibu dalam Ketahanan dan Kesehatan Keluarga
Ia mengatakan Morula IVF Indonesia sangat menyadari perlu ada perbaikan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, sejak tahun 1990-an awal Morula IVF Indonesia terus berupaya untuk memberikan layanan kesehatan terbaik kepada masyarakat, khususnya layanan bayi tabung.
Apalagi, informasi terkait layanan kesehatan di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini membuat masyarakat Indonesia kerap mendapat informasi keliru tentang pengobatan permasalahan fertilitas.
"Masyarakat Indonesia sering mendapat informasi yang simpang siur. Mereka pergi ke sana dan kemari untuk berobat agar bisa mendapatkan keturunan. Sampai ada yang membeli air perahan rambut ekor kuda di China. Dari mana bisa mendapat ide itu?" herannya.
Bayi Tabung di Indonesia
Perjalanan layanan bayi tabung di Indonesia dimulai sejak tahun 1980-an tepatnya ketika pada bulan Mei 1988 Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita menangani kelahiran bayi tabung pertama di Indonesia yang diberi nama Nugroho Karyanto.
"Kelahiran bayi tabung pertama RS Harapan Kita merupakan milestone perkembangan layanan bayi tabung di Indonesia," sebut Ivan Sini.
Dokter lulusan dari FKUI ini mengatakan pada periode awal perkembangan layanan bayi tabung di Indonesia kerap menghadapi berbagai macam tantangan seperti stigma masyarakat yang menganggap tabu permasalahan fertilitas.?
"Waktu dulu pada tahun 1990-an orang yang mau berobat itu sangat malu-malu karena tabu atau khawatir dicap mandul. Saat itu orang sulit sekali mengatakan tidak bisa punya anak, apalagi mau berobat bayi tabung," paparnya.
Di tengah kondisi tersebut, tepatnya pada tahun 1997, Morula IVF Indonesia mulai didirikan dengan nama Klinik Fertilitas Morula. Ivan Sini menjelaskan Klinik Fertilitas Morula menghadapi tantangan lain berupa keterbatasan sumber daya manusia (SDM).
"Saat itu dokter masih sedikit, embriologis sedikit. Pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an menjadi periode sulit bagi kami untuk mengembangkan diri. Akhirnya, Singapura memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik pasien-pasien dari Indonesia," tuturnya.
Ia mengatakan Morula IVF Indonesia menyadari bahwa fondasi paling penting untuk mengembangkan diri sekaligus mendapatkan kepercayaan masyarakat adalah memberikan layanan terbaik. Oleh karena itu, Morula IVF Indonesia memfokuskan diri pada peningkatan kualitas layanan kepada pasien.
"Hal itulah yang menjadi landasan bagi Morula sehingga bisa menjadi besar seperti sekarang," tegasnya.
Saat ini Morula IVF Indonesia telah menjadi salah satu klinik fertilitas terbesar di Indonesia dengan 10 klinik mencakup wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Selain itu, peningkatan pasien yang mengikuti program bayi tabung di Morula terus bertambah setiap tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 30% pertahun.
Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Pada tahun 2018 siklus program bayi tabung mencapai 10.000 siklus dari total 36 klinik bayi tabung di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, Morula IVF Indonesia dengan 10 klinik memberikan kontribusi lebih dari 40 persen terhadap seluruh siklus bayi tabung di Indonesia.
Dengan kontribusi sebesar itu, imbuh Ivan Sini, Morula IVF Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan layanan terbaik agar bisa menjadi benchmark bagi layanan bayi tabung di Indonesia. Bukan hanya itu, ia menginginkan agar Indonesia bisa menjadi benchmark bagi layanan bayi tabung di Asia Tenggara.
"Perlahan kita berhasil mengubah stigma menjadi layanan kesehatan terbaik itu ada di Indonesia. Dan kini layanan bayi tabung sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bahkan, menjadi tuan rumah bagi tamu-tamu pasien dari luar negeri," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: