Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        New Normal Versus Abnormal

        New Normal Versus Abnormal Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
        Warta Ekonomi -

        Rencana pemerintah menerapkan new normal dikritisi dengan menggunakan tagar Indonesia abnormal. Ini kelanjutan dari perdebatan menghadapi corona: kesehatan dulu atau ekonomi dulu? Atau perumpamaan, mati karena corona atau mati karena kelaparan?

        Keduanya pasti sangat penting. Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut ekonomi dan kesehatan seperti bayi kembar siam.

        Apakah sebulan terakhir pemerintah lebih melirik ke salah satu bayi kembar siam tersebut? Yang pasti, pemerintah berencana "melonggarkan" untuk selanjutnya menerapkan new normal di empat provinsi yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Gorontalo. Sebanyak 25 kabupaten/kota juga melakukan persiapan serupa.

        Kalau tidak ada sesuatu yang luar biasa, rencananya, Jakarta akan membuka PSSB pada Jumat, 5 Juni mendatang. Setelah dibuka maka dimulailah transisi menuju new normal. Kegiatan ekonomi akan bergerak kembali dengan menggunakan protokol kesehatan; pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, dan sebagainya.

        Untuk menyukseskan penerapan tatanan baru tersebut, TNI dan Polri akan diterjunkan di 1.800 titik di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Tujuannya, untuk mendisiplinkan masyarakat.

        Namun, jangan hanya pelarangan atau peringatan yang dikedepankan, inovasi-inovasi baru menghadapi new normal juga sangat diperlukan. Kafe-kafe di Thailand misalnya, menerapkan new normal dengan mengisi sebagian kursi dengan boneka Panda. Di Washington, AS, ada kafe yang mengisi 50 persen kapasitasnya dengan manekin yang sangat menyerupai manusia berpakaian resmi. Kalau satu meja berisi empat kursi, dua kursinya diduduki manekin. Kita duduk didampingi manekin.

        Ada juga yang menggunakan box sinar ultraviolet untuk mensterilkan pegangan eskalator. Ada yang menggunakan sensor kaki supaya pengunjung tidak memencet tombol lift.

        Di sepak bola, pemain tak lagi merayakan gol dengan berpelukan, tapi dengan salaman siku. Wasit tak bisa lagi didekati, apalagi didorong-dorong atau dikejar-kejar. Untuk urusan wasit ini, sangat cocok diterapkan di Indonesia. New normal di sepakbola bisa meningkatkan penghargaan terhadap wasit. Tentunya dengan syarat, wasitnya adil.

        Kalau pun ada "pelonggaran" dan new normal, kuncinya tetap sama: kedisiplinan. Rakyat taat dan patuh. Pemerintah juga demikian. Harus patuh dan konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri. Jangan terlalu banyak meralat atau meluruskan pernyataan. Ketika pemerintah tampak tidak konsisten, rakyat pun akan demikian. Karena, polanya patron-klien.

        Selain kedisiplinan, kunci lainnya adalah persiapan dan kekompakan. Di awal pandemi corona, Indonesia tampaknya kurang persiapan. Sedikit gagap. Bahkan ada kesan salah perhitungan dan keliru prediksi. Pejabat saling bantah, kerja sama kurang, termasuk antara pusat dan daerah.

        Menghadapi krisis ekonomi, jangan ada lagi pernyataan pejabat A ditentang pejabat B, lalu diluruskan pejabat C, kemudian rakyat atau pejabat D bertindak semaunya sendiri yang membuat petugas E kebingungan.

        Perlu ada sinkronisasi. Senada seirama. Walau perahu atau sikap politik berbeda, tapi badai gelombang serta musuh yang dihadapi sama: corona. Itulah yang harus dilawan. Bukan melawan pribadi Jokowi, menghambat Anies, menahan laju Ganjar, Risma, atau Ridwan Kamil.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: