Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Banyak Negara Resesi, Mata Tertuju ke Sri Mulyani

        Banyak Negara Resesi, Mata Tertuju ke Sri Mulyani Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi -

        Satu per satu negara jatuh ke jurang resesi akibat pandemi virus Corona (Covid-19). Setelah Singapura, giliran Korea Selatan alias Korsel yang terseret ke jurang resesi.

        Resesi juga membayangi Indonesia karena pertumbuhan ekonominya diprediksi negatif. Dengan kondisi ini, apa Menteri Keuangan Sri Mulyani masih bisa tidur nyenyak?

        Baca Juga: Sri Mulyani Mau Utang Lagi ke Bank Dunia, Nilainya 3X Lebih Jumbo

        Anjloknya ekonomi Korsel sudah terasa sejak awal tahun kemarin atau sejak pemerintahnya melakukan pembatasan sosial atau lockdown. Di kuartal I dampaknya mulai terasa. Ekonomi Korsel anjlok minus 1,3 persen.

        Masuk kuartal II, dampaknya makin terasa. Bank Korea menyebut ekonomi kuartal II menyusut hingga minus 3,3 persen. Angka ini lebih dalam dari perkiraan para ekonom yang memprediksi negatif 2,3 persen.

        Bank Korea menyebut ini penyusutan paling tajam sejak kuartal I-1998. Penyebab utama anjloknya ekonomi Korsel adalah lumpuhnya pabrik lantaran pemberlakuan pembatasan sosial. Hal ini menyebabkan penurunan ekspor yang sudah berjalan hampir dua dekade.

        Padahal ekspor merupakan motor utama ekonomi Korsel. Ekspor tercatat turun 16,6 persen dan menjadi yang terburuk sejak 1963. Selain itu, hampir semua sektor ekonomi Korsel turun. Hanya konsumsi rumah tangga yang masih bisa naik meski naik tipis yaitu 1,4 persen. Kenaikan ini berkat adanya pemberian bantuan uang tunai kepada warga.

        Menteri Keuangan Korsel, Hong Nam-ki mengatakan ekonomi kemungkinan baru akan pulih di kuartal III.

        "Kita berharap bisa rebound seperti China pada kuartal III ketika pandemi melambat dan aktivitas produksi di luar negeri," kata Nam-ki.

        Sebelum Korsel, Singapura lebih dulu mengumumkan resesi. Ekonomi di kuartal I dan kuartal II Negeri Singa itu berturut-turut negatif. Kabar ini tentu bikin cemas. Soalnya ancaman yang sama membayangi ekonomi RI. Apalagi pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini diprediksi minus 4,3 persen. Jika tak bisa rebound di kuartal selanjutnya, Indonesia dikhawatirkan akan mengikuti jejak Singapura dan Korsel. Masuk ke  jurang resesi.

        Menteri Keuangan Sri Mulyani menyadari keadaan berat ini. Kata dia, kuartal III nanti akan menjadi penentu nasib ekonomi. Apakah bisa bangkit atau malah masih negatif.  Ia memprediksi, dalam skenario terbaik, ekonomi kuartal III masih bisa tumbuh 1 persen. Namun, jika kembali negatif, ekonomi 2020 diprediksi minus 0,4 persen.

        Dia pun berharap agar resesi bisa dihindari. Caranya, antara lain pemerintah akan terus menggencarkan seluruh belanja-belanja agar cepat sampai ke masyarakat. "Kalau kita bisa turn positif seperti belanja-belanja dan ekonomi, kita bisa terhindar dari resesi. Maka kita bisa skenario positif 1 persen untuk keseluruhan tahun ini," jelasnya.

        Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF), Febrio Kacaribu, mengatakan Indonesia masih punya peluang untuk tidak jatuh ke resesi. Ini terlihat dari penerimaan pajak yang mulai membaik di Juni 2020. "Kalaupun resesi, harapannya mungkin tidak terlalu dalam, berada di sekitar 0 persen atau mungkin sedikit di bawah 0 persen," ujarnya.

        Menurut Febrio, membaiknya penerimaan pajak adalah tanda ekonomi mulai bergeliat di Juni 2020. Ini tentu jadi kabar baik dan membuat lebih optimistis. Jadi, walaupun pertumbuhan ekonomi kuartal II akan negatif untuk mengejar ke arah positif di kuartal III itu peluangnya makin besar, begitu juga untuk kuartal IV.

        Agar bisa tumbuh, dia bilang pemerintah terus mengucurkan stimulus. "Kita dorong semua sektor agar tidak negatif dan mudah-mudahan (pertumbuhannya) di atas 0 persen," ungkapnya.

        Keadaan ekonomi yang berat ini juga jadi perhatian Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad. Dia mengundang Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua OJK Wimboh Santoso, para direktur bank BUMN serta para pengusaha, di Gedung MPR, Jakarta. Mereka berembuk mencari solusi agar ekonomi bisa cepat pulih.

        Fadel meminta agar dana pemerintah baik pusat atau daerah cepat bergulir. Saat ini dana yang bergulir masih di bawah 30 persen, padahal sudah setengah tahun.

        "Seharusnya dana yang bergulir sudah 60 persen," kata Fadel.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: