Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun blak-blakan menilai perdebatan pengacara senior Yusril Ihza Mahendra dengan Zainal Arifin Mochtar soal gugatan AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) sudah tidak lagi substantif.
Hal tersebut diungkapkan pengamat sosial dan politik itu melalui video yang tayang di Channel YouTube Refly Harun.
Baca Juga: Moeldoko Pernah Merengek Jabatan di Demokrat Era SBY? Darmizal: Sesungguhnya Tuhan...
"Sebenarnya, ada dua hal perdebatannya dan celakanya, sepertinya perdebatan itu belakangan yang tidak substantifnya lebih menonjol," jelas Refly melansir GenPI.co, Sabtu (9/10).
Merespons hal itu, Refly Harun mengajak kepada pihak-pihak yang sedang berseteru untuk berdebat dan membahas langsung substansinya. "Makanya, perdebatan itu (saat ini) seperti tidak substantifnya yang dibahas. Substantifnya itu adalah apakah terobosan Yusril itu bisa dibenarkan atau tidak secara teori hukum kan begitu," beber Refly Harun.
Menurut Refly Harun, perdebatan antara praktisi hukum dan akademisi yang kedua lebih menyentuh isu-isu yang pinggiran-pinggirannya. Mulai soal membela kubu pemerintah, hingga uang Rp100 miliar dan lain sebagainya.
"Rupanya ketika menanggapi Zainal dan Ferry Hapsari, Yusril lebih tergoda untuk melihat persoalan pinggirannya dan Zainal pun lebih pada pinggirannya," jelas Refly Harun, "Sehingga debat (Yusril vs Zainal) tentang teori dan filsafat hukumnya tidak ada, yang terjadi adalah saling menyindir di ruang publik."
Sebelumnya, Refly Harun menilai bahwa persoalan yang diperdebatkan Yusril Ihza Mahendra dan Zainal Arifin Mochtar sebetulnya sederhana.
"Yang namanya dua intelektual hukum atau akademisi hukum bertemu berdebat, akan ada tiga pendapat, pendapat akademisi hukum pertama, kedua dan yang ketiga adalah yang diluar kedua itu," sindirnya.
Refly Harun juga mengingatkan bahwa ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari perseteruan Yusril Ihza Mahendra dengan Zainal Arifin Mochtar terkait AD/ART partai ini adalah ingin membuat terobosan hukum.
"Ya, harusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dulu. Atau kita mempunyai mekanisme yang namanya konstitusional question karena itu menyangkut eksistensi pasal 24a ayat 1 UUD 1945," ujar Refly Harun.
"Di situ ditentukan kewenangan Mahkamah Agung adalah menguji peraturan perundang-undangan. Dengan di bawah undang-undang, jadi peraturan di bawah perundang-undangan itu masuknya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh instusi atau lembaga negara yang memang berwenang mengeluarkan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: