WE.CO.ID - Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, mengatakan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
"Ini adalah peristiwa paling luar biasa dipenghujung tahun 2013 ini. Ini bukan operasi tertangkap tangan (OTT) biasa, tapi luar biasa karena AM adalah Ketua MK yang dianggap benteng terakhir dari penegakan hukum konstitusi Indonesia," kata Rio menanggapi kasus suap yang melibatkan Ketua MK Akil Mochtar di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, tingkat kepercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia semakin menurun, bahkan tak ada lagi lembaga hukum yang bisa dipercaya, kecuali KPK.
Oleh karena itu, membutuhkan waktu cukup lama untuk kembali percaya pada lembaga seperti MK, kecuali hakimnya semua baru, dan hakim itulah melalui putusannya yang tidak melukai rasa keadilan masyarakat.
"KPK harus terus mengawasi lembaga penegakan hukum kita. Setelah polri, MK, dan kemudian lembaga-lembaga lain juga harus dilakukan pencegahan, tidak hanya penindakan," kata Rio.
Rio mengaku, dirinya tidak yakin hakim lain akan mengambil langkah untuk mengundurkan diri sebagai Hakim MK karena budaya yang ada tidak ladzim seperti itu.
"Tapi, kalau mereka mengambil langkah itu, saya yakin kepercayaan rakyat akan tumbuh kembali. Pertanyaannya, apakah mungkin? Ketua MK Non-parpol Rio mengharapkan ke depannya pemimpin Mahkamah Konstitusi bukan lagi merupakan orang-orang partai politik, melainkan dari kalangan akademisi dan ahli hukum tata negara.
"Sebaiknya memang dipilih yang profesional seperti ketika MK pertama kali didirikan, yakni era Jimly Asshidiqqie, hakimnya terdiri dari akademisi dan ahli hukum tata negara, bukan mantan politisi atau pengacara. Saya pikir itu lah ideal untuk anatomi MK ke depan," ucapnya.
Pengamat pemilu dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menempuh sekurang-kurangnya empat langkah darurat untuk menyelamatkan kewibawaan lembaga kekuasaan kehakiman itu pascaditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK pada Rabu (2/10) malam.
"Hal pertama yang perlu dilakukan MK yakni memeriksa ulang semua putusan yang sudah diagendakan untuk dibacakan dalam sidang pembacaan putusan, yang didalamnya melibatkan pendapat hukum Akil Mochtar," kata Said.
Terhadap putusan-putusan lain yang turut diputus oleh Akil, namun sudah kadung dibacakan, kata dia, perlu dicarikan mekanisme hukum tertentu untuk mereviewnya. Selanjutnya, kata Said, memeriksa kemungkinan adanya hakim, panitera, dan staf di lingkungan MK yang diduga ikut serta dalam kasus Akil ataupun pada kasus-kasus lainnya.
"Dalam hal ditemukan adanya pihak dilingkungan MK yang diduga terlibat, maka MK perlu mengantarkan langsung yang bersangkutan ke kantor KPK," ujarnya.
MK, kata dia, seharusnya membuka posko pengaduan di kantornya dalam rangka menghimpun sebanyak-banyaknya informasi dari masyarakat, terutama dari mereka yang pernah berperkara di MK, tentang kemungkinan adanya praktek suap atau korupsi dilingkungan MK selama ini. Keempat, tambah Said, dalam mendalami kasus Ketua MK ini, MK harus memilih secara selektif dan hati-hati pihak-pihak yang akan dilibatkan sebagai anggota majelis kehormatan yang akan memeriksa kasus Akil Mochtar. "Nama-nama hakim MK yang selama ini dikenal publik mempunyai integritas tinggi, seperti Prof Jimly Asshiddiqie, Prof Mahfud MD, dan lainnya pantas untuk disertakan. Sebaliknya, nama-nama tokoh yang diragukan integritasnya oleh masyarakat agar tidak disertakan," tutur Said.
Rabu malam (2/10), KPK menangkap tangan Ketua MK Akil Mochtar di rumah dinasnya di Komplek Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta Selatan, bersama dengan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Chairun Nisa dan pengusaha bernama Cornelius.
Dalam penangkapan tersebut juga disita total uang dalam dolar Singapura dan Amerika yang dikonversi dalam Rupiah berjumlah Rp2,5 miliar hingga Rp3 miliar.
"Ada mobil yang diamankan juga mobil Fortuner putih, itu adalah kendaraan yang dipakai CHN dan CN waktu berkunjung ke rumah AM, jadi sekarang itu sudah diamankan KPK," kataJuru Bicara KPK Johan Budi dalam pernyataan resminya kepada pers. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 3 Januari 2011, nilai harta kekayaan Akil Mochtar dilaporkan berjumlah Rp5,1 miliar.
Harta tersebut terdiri atas harta tidak bergerak yang bernilai sekira Rp2 miliar, yaitu berupa sejumlah tanah dan bangunan di Pontianak, Kalimantan Barat. Selanjutnya harta bergerak berupa alat transportasi bernilai sekira Rp402 juta, usaha peternakan sapi dengan nilai Rp30 juta, harta bergerak lainnya berupa emas, batu mulia, dan barang antik lainnya bernilai sekira Rp451 juta, serta simpanan giro dan setara kas senilai Rp2,2 miliar.
(Ant)
Foto : liputan6.com
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhamad Ihsan
Tag Terkait:
Advertisement