RUU Penyiaran Ditunda, Kominfo Tetap Dorong Digitalisasi Televisi
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan bahwa pemerintah mempercepat digitalisasi sektor penyiaran, khususnya digitalisasi televisi Indonesia di sistem terestrial. Meski demikian, Rancangan Undang-Undang Penyiaran masuk dalam jajaran rencana yang dinyatakan ditunda oleh DPR RI.
"Dalam beberapa tahun ke depan, Kementerian Kominfo sedang mengupayakan percepatan digitalisasi nasional dengan sangat serius," paparnya dalam konferensi pers virtual dari Ruang Serbaguna Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (06/07/2020).
Baca Juga: Menkominfo Minta Tolong Google Jaga Keamanan Data Indonesia
Menurut Johnny, salah satu kebijakan yang paling mendesak dari percepatan digitalisasi nasional tersebut adalah digitalisasi sektor penyiaran, terutama kebijakan digitalisasi televisi. "Percepatan digitalisasi televisi merupakan agenda besar pembangunan nasional yang harus segera diwujudkan bersama-sama dengan dukungan kuat dari semua pihak," tandasnya.
Menkominfo memaparakan alasan penting percepatan digitalisasi televisi sebagai bagian dari prioritas digitalisasi nasional. "Percepatan digitalisasi televisi adalah sebuah keharusan dengan beberapa alasan," ungkapnya.
Alasan pertama, dari sisi perkembangan digitalisasi penyiaran global, Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial. Negara-negara anggota ITU sejak World Radiocommunication Conferences (WRC) di tahun 2007 telah menyepakati penataan pita spektrum frekuensi radio untuk layanan televisi terestrial. Sejak itu, negara-negara di Kawasan Eropa, Afrika, Asia Tengah, dan Timur Tengah membuat keputusan bersama untuk menuntaskan ASO di tahun 2015.
Bahkan, beberapa negara di Eropa sudah selesai dengan proses digitalisasi televisi lebih dari satu dekade lalu. Sementara, negara-negara di Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di tahun 2011 dan Korea Selatan di tahun 2012. Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian ASO secara bertahap di tahun 2020 ini. Malaysia dan Singapura sudah selesai dengan ASO secara nasional di tahun 2019.
"Sekarang, masyarakat di sana telah dapat menikmati siaran televisi dengan teknologi digital, dengan kualitas gambar dan suara yang sangat baik, serta menikmati pilihan program siaran yang lebih beragam," ungkapnya.
Kedua, dari sisi arah kebijakan nasional, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan percepatan transformasi digital Indonesia. Di dalam kerangka besar kebijakan ini, digitalisasi sektor penyiaran, khususnya digitalisasi televisi, adalah salah satu agenda penting.
"Dengan demikian, kami meminta semua pihak untuk mengambil langkah dan posisi yang sejalan dengan kebijakan nasional ini. Pihak-pihak yang tidak sejalan atau berlawanan arah dengan kebijakan ini sama dengan tidak mengikuti atau menghambat misi besar pemerintah untuk percepatan transformasi digital Indonesia," jelas Johnny.
Ketiga, dari sisi kepentingan publik, proses digitalisasi televisi yang dikenal sebagai Analog Switch-Off atau ASO ini harus ditempuh dan disegerakan demi menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Menkominfo menekankan, selama ini masyarakat dirugikan akibat kualitas tayangan tidak sesuai dengan perangkat teknologi mutakhir.
"Masyarakat kita selama ini dirugikan karena kualitas penayangan yang tidak sesuai dengan perangkat teknologi yang sudah mutakhir yang mereka miliki. Merujuk pada data dari Nielsen, 69% masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog. Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki Smart TV atau perangkat televisi pintar, tetapi belum dapat memanfaatkan siaran digital," paparnya.
Keempat, dari sisi kepentingan industri penyiaran, disrupsi teknologi menuntut para pelaku industri di sektor ini untuk menyesuaikan pola bisnisnya agar sejalan dengan perkembangan era digital. Hal ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan usaha para pelaku bisnis dan investor bidang penyiaran. Digitalisasi televisi secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dalam industri penyiaran di Tanah Air.
"Para pengusaha dan investor di sektor industri penyiaran perlu segera membangun sinergi untuk mendukung suksesnya penyelenggaraan ASO menuju televisi digital Indonesia," harap Johnny.
Baca Juga: Realme Luncurkan Smart Watch dan Smart TV Pertamanya
Menurutnya, inefisiensi dan kerugian akibat ketidakpastian implementasi ASO ini makin dirasakan pada masa pandemi Covid-19 saat ini. Di Indonesia, selain LPP TVRI, terdapat 1.027 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL), dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) yang bersiaran dengan sistem terrestrial analog.
Kelima, dari sisi nilai tambah dalam penataan frekuensi, dengan percepatan digitalisasi, frekuensi dapat ditata ulang dan dimanfaatkan untuk penyediaan layanan lain terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat. Negara-negara di dunia telah memanfaatkan hasil efisiensi spektrum frekuensi yang dihasilkan dari digitalisasi penyiaran televisi untuk meningkatkan akses internet kecepatan tinggi.
"Pita frekuensi 700 MHz yang adalah rentang yang digunakan untuk siaran televisi terestrial di seluruh dunia merupakan pita frekuensi 'emas' karena ideal untuk layanan akses internet broadband," jelas Johnny.
Dengan migrasi teknologi digital, dari 328 MHz yang saat ini seluruhnya digunakan untuk penyiaran televisi teknologi analog akan dihasilkan penggunaan efisiensi spektrum yang disebut dengan Digital Dividen sebesar 112 MHz (total bandwidth 90 MHz yang dapat digunakan) untuk menambah kapasitas, jangkauan, dan kualitas internet broadband di Tanah Air.
"Dengan demikian, pemanfaatan spektrum frekuensi akan makin efisien, daya saing industri penyiaran akan meningkat, serta tingkat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga akan makin optimal," ungkap Menkominfo.
Keenam, terkait dengan hubungan antarnegara, apabila Indonesia terlalu lama menyelesaikan isu ini, akan muncul potensi permasalahan dengan negara tetangga khususnya di wilayah perbatasan. Situasi ini berpotensi memunculkan sengketa internasional sehingga harus dilakukan penataan spektrum frekuensi radio yang diharmonisasi dengan negara tetangga.
"Dengan jalan ini, interferensi radio frekuensi lintas negara, khususnya dengan negara yang berbatasan langsung, dapat dihindarkan," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum