Menurut Budiman, tragedi 27 Juli 1996 menjadi salah satu titik balik perlawanan rakyat dalam merebut demokrasi. "Tragedi itu bukan hanya wujud perlawanan PDI terhadap Orde Baru, tapi juga menandai gerakan rakyat bahwa demokrasi harus direbut bersama-sama," ujar Budiman.
Sementara itu, jurnalis Frans Padak Demon mengisahkan pengalamannya meliput langsung tragedi tersebut. Saat itu, dia adalah wartawan TV Jepang, NHK.
"Pagi betul, 27 Juli, saya main tenis di Cinere. Ada pesan lewat pager yang meminta meliput ke kantor PDI di Jalan Diponegoro. Frans segera ke kantor PDI, kantor diserang preman dan tentara," ceritanya.
Tanpa ganti baju dan tanpa mandi, Frans bergegas menuju Jalan Diponegoro. Frans mencoba masuk ke Kantor PDI, tapi dicegat tentara. Dia terus berjalan dan kemudian bertemu salah seorang petugas media Istana, yang diketahui sudah berada di dekat kantor PDI sejak malam.
"Berarti (petugas) sudah tahu kalau akan ada serangan," kata dia.
Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan peristiwa 27 Juli menjadi pendidikan sejarah penting bagi kaum muda, khususnya kader-kader PDIP. Hal ini sesuai pesan Megawati Sukarnoputri.
"Ibu Megawati mendorong anak-anak muda bergelut dalam politik pengabdian. Maka anak-anak muda harus melek sejarah," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo