WE Online, Jakarta - Pemerintah tampaknya lebih menekankan aspek ekonomi dalam pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman jika dilihat dari kementerian-kementerian di bawah koordinasinya. Kementerian yang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman itu adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman itu sendiri dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna mengawal potensi maritim di seluruh Tanah Air yang sangat memungkinkan membuat Indonesia menjadi poros maritim dunia.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri mengatakan hampir 70 persen produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut.
Berdasarkan data geologi, diketahui Indonesia memiliki 60 cekungan potensi yang mengandung minyak dan gas bumi. Dari 60 cekungan tersebut, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 berada di daerah transisi daratan dan lautan (pesisir), dan hanya enam saja yang berada di daratan. Dari seluruh cekungan tersebut terdapat potensi sebesar 11,3 miliar barel yang terdiri atas 5,5 miliar barel cadangan potensial dan 5,8 miliar barel berupa cadangan terbukti.
Selain itu, diperkirakan cadangan gas bumi adalah 101,7 triliun kaki kubik yang terdiri dari cadangan terbukti 64,4 triliun dan cadangan potensial sebesar 37,3 triliun kaki kubik. Belum lagi, potensi ekonomi bisnis jasa perhubungan laut diperkirakan sekitar 14 miliar dolar AS per tahun.
Hal ini berdasarkan pada perhitungan bahwa sejak 15 tahun terakhir Indonesia mengeluarkan devisa sekitar 14 miliar dolar AS untuk membayar armada pelayaran asing yang selama ini mengangkut 97 persen dari total barang yang diekspor dan diimpor ke Indonesia dan yang mengangkut 50 persen dari total barang yang dikapalkan antar-pulau di wilayah Indonesia.
Sementara di sektor jasa penyediaan tenaga kerja pelaut untuk kapal niaga, kapal pesiar dan pelayaran rakyat, potensi ekonominya pun luar biasa besarnya. Potensi ekonomi ini akan menjadi lebih bermakna dan bernilai strategis seiring dengan kenyataan bahwa pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad-20 sebenarnya telah bergeser dari poros Atlantik ke poros Asia-Pasifik.
Hampir 70 persen total perdagangan dunia berlangsung di antara negara-negara di Asia-Pasifik. Lebih dari 75 persen dari barang-barang yang diperdagangkannya di transportasikan melalui laut, terutama Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makassar, dan laut-laut Indonesia lainnya dengan nilai sekitar 1.300 triliun AS setiap tahunnya.
Sementara itu, kata Rokhmin, dengan adanya kebutuhan manusia akan pembangunan jaringan kabel bawah samudera maka industri kelautan akan ikut pula berkembang. Misalnya, industri survei topografi dasar lautan dan industri geofisika serta geologi kelautan yang mendukung data lapisan tanah dari dasar lautan yang akan dipakai sebagai lintasan kabel bawah laut tadi.
Kemudian industri teknik kelautan yang akan sibuk menjalankan kapal-kapal canggih untuk merawat dan memonitor jaringan kabel yang bercentang-perenang di antara kepulauan Nusantara. Mengenai perhubungan laut, menurut Rokhmin, sesungguhnya tinggal mengimplementasikan Inpres Nomor 5/2005 tentang Pelayaran Nasional secara serius.
Masa depan pembangunan Indonesia berbasis sumber daya kelautan akan berpulang pada sejauh mana keputusan politik pemerintah dan rakyat Indonesia mendukung paradigma tersebut.
Dukungan ini diwujudkan dalam kebijakan seperti RUU Kelautan, perencanan yang komprehensif dan terintegrasi untuk secara penuh terus mengawal dan mendorong pembangunan kelautan melalui seluruh instrumen kebijakan dan aparatur pemerintah, serta keterlibatan aktif rakyat dalam setiap program pembangunan kelautan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement