Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Duel KMP Versus KIH Tambah Panas, Akankah Presiden Jokowi Turun Tangan? (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Duel atau pertarungan di antara dua koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ternyata belum juga menunjukkan penyelesaian karena kedua pihak masih saja melontarkan upaya yang membingungkan rakyat sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan secara langsung.

"Lebih baik, kita menjaga persatuan dan kesatuan," kata Presiden Jokowi di Jakarta beberapa hari lalu ketika ditanya wartawan tentang masih berlanjutnya duel di antara kedua koalisi di Senayan.

Koalisi Merah Putih (KMP) yang terdiri atas Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golkar, dan Partai Demokrat menguasai jalur pimpinan DPR, sedangkan "lawannya" Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak mendapat posisi apa pun juga.

Akibatnya, Koalisi Indonesia Hebat mendirikan pimpinan sementara yang oleh masyarakat disebut para pakar, politisi, dan orang awam sebagai DPR tandingan. DPR versi baru ini akan mengambil langkah tandingan dengan menunjuk pimpinan komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya.

Selain Jokowi, muncul juga suara dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie yang antara lain menegaskan tidak ada pimpinan DPR tandingan dan juga tidak ada presiden tandingan. Kemudian mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan berkata kedua kubu salah.

Karena sudah ada pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto maka Koalisi Indonesia Hebat gagal mengadakan sidang paripurna di ruang yang mereka kehendaki --tempat DPR biasa melakukan sidang paripurna-- sehingga terpaksa bertemu di ruang lainnya.

Kenapa harus terjadi duel di antara partai-partai politik yang tergabung di dalam koalisi itu? KMP ternyata menguasai kursi-kursi di Senayan apalagi ketika Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih bergabung dalam kelompok ini. Namun, PPP melakukan aksi lompat pagar ketika mereka tidak diberi satu kursi pun baik di pimpinan DPR maupun alat kelengkapan DPR seperti komisi. Akibatnya, partai berlambang kakbah itu pindah ke KIH sehingga mendapat jatah satu kursi di Kabinet Kerja, yakni posisi Menteri Agama.

Kemelut di PPP juga dipicu oleh hadirnya dua pimpinan dewan pimpinan pusat yang dipimpin Romaharmuzy dan Suryadharma Ali yang mengadakan muktamar masing-masing di Surabaya dan Jakarta. Karena ada dua pimpinan di DPR maka siapa yang harus diakui dan bagaimana harus mengakhiri dua kemelut ini? Ternyata kemudian muncul wacana di antara kedua koalisi agar mereka melakukan islah atau rujuk nasional.

Namun, pertanyaannya adalah siapa yang harus mengalah dan bagaimana kekalahan itu dikompensasikan? Pertanyaan lainnya adalah apakah diperlukan bantuan dari pihak lainnya?

Hingga saat ini posisi sebenarnya Presiden Jokowi dalam perseteruan KMP dan KIH belumlah jelas bagi masyarakat, walaupun kepala negara berasal dari PDI-P. Orang awam hanya tahu bahwa Presiden Jokowi baru berkata "utamakan persatuan dan kesatuan". Namun, bagaimana langkah konkret untuk mewujudkan rujuk nasional itu? Karena posisi kepala negara belum jelas 100 persen maka tentu masyarakat berhak minta kepada Jokowi untuk menempuh langkah-langkah nyata agar upaya meredakan ketegangan di gedung parlemen bisa terbukti.

Seorang anggota DPR dari Partai Nasdem Jhony Plate menyambut baik pernyataan Ketua DPR Setya Novanto agar kedua koalisi ini melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat positif guna mewujudkan perdamaian. "Kami menyambut baik pernyataan Ketua DPR Pak Setya Novanto," kata Jhonny Plate.

Sekalipun kedua koalisi sudah mengeluarkan pernyataan bernada ajakan positif, peranan kepala negara pasti sudah dinanti-nanti. Walau memang, Jokowi bukanlah termasuk pimpinan di dalam DPP PDI-P. Akan tetapi, ada banyak jalan guna mewujudkan peredaan ketegangan di kompleks DPR. Misalnya, ia bisa minta para menterinya dari KIH untuk langsung bertemu dengan teman-teman mereka dari KMP.

Kalau pola pendekatan ini, misalnya, gagal atau belum berhasil maka Jokowi bisa menempuh cara lain dengan mengundang para pimpinan parpol kedua koalisi untuk bertemu atau kasarnya "rapat" di satu tempat yang bersifat netral. Jika berbagai pola pendekatan belum menunjukkan hasil- hasil yang membesarkan hati pasti masih ada berbagai cara lainnya sehingga konflik ini akhirnya menjadi usai. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: