WE Online, Jakarta - Seiring meningkatnya kepercayaan pemodal terhadap industri pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2014 membukukan kenaikan sebesar 20,87 persen ke level 5.166,04 poin.
Namun, kepercayaan investor terhadap industri pasar modal itu bisa tergerus oleh negatifnya sentimen dari mata uang rupiah yang cenderung mengalami depresiasi terhadap dolar AS.
Padahal, pasar saham Indonesia baru saja mendapatkan sentimen positif dari kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 18 November lalu. Betapa tidak, kebijakan itu diharapkan dapat memperbaiki defisit pada neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan Indonesia.
Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter, sehingga BBM jenis premium naik dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter. Sementara jenis solar dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter, yang berlaku sejak Selasa (18/11) pukul 00.00 WIB lalu.
Dalam periode 18 November-3 Desember 2014, IHSG BEI mencatat kenaikan sekitar 1,25 persen ke posisi 5.166,04 poin. Kondisi itu menujukkan bahwa investor pasar modal mengapresiasi langkah pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Director of Investment of PT Valbury Asia Asset Management Andreas Yasakasih di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa terdepresiasinya mata uang rupiah terhadap dolar AS dapat mengkhawatirkan bagi industri pasar modal domestik.
"Rupiah yang terus mengalami depresiasi akan berdampak pada kinerja keuangan emiten yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS sementara pendapatan dalam bentuk rupiah," ujarnya.
Menurut dia, emiten yang dirugikan akibat pelemahan rupiah di antaranya bagi perusahaan yang membeli bahan baku menggunakan dolar AS seperti sektor farmasi karena sekitar 70 persen bahan bakunya harus impor.
Di sisi lain, lanjut dia, melemahnya rupiah cenderung membuat harga saham di BEI menjadi lebih murah sehingga pelaku pasar asing akan cenderung masuk ke pasar saham domestik memanfaatkan kondisi itu.
"Yang dikhawatirkan jika rupiah berbalik arah menguat maka potensi dana asing keluar cukup terbuka, karena mereka bisa mendapatkan gain dari saham dan forex, kondisi itu bisa membuat bursa saham domestik bergerak 'volatile'," katanya.
Harapkan Rupiah Stabil Direktur Utama BEI Ito Warsito mengharapkan kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS dapat bergerak stabil sehingga investor merasa nyaman untuk berinvestasi di dalam negeri. Nilai tukar rupiah yang bergejolak dapat membuat investor khawatir karena menunjukan kondisi ekonomi yang kurang stabil.
Ito Warsito menambahkan pemerintah juga dapat menjaga stabilitas perekonomian Indonesia ke depannya. Penguatan fundamental ekonomi nasional harus dilakukan karena pada tahun-tahun mendatang masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Menurut dia, kinerja fundamental perusahaan yang tercatat atau emiten yang terdapat di BEI sangat bergantung pada kondisi perekonomian secara menyeluruh. Apabila perekonomian melemah, maka tidak bisa diharapkan kinerja emiten BEI akan menjadi kuat.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan bahwa perlemahan rupiah bukan disebabkan oleh faktor dalam negeri, namun cerminan dari ekonomi Amerika yang menguat.
"Nilai tukar yang jatuh di atas level Rp12.000 per dolar AS, sepenuhnya karena pengaruh penguatan ekonomi di AS, ini berdampak pada negara-negara termasuk di Indonesia," katanya.
Agus mengatakan membaiknya data perekonomian di AS merupakan kondisi khusus, karena situasi di Eropa masih mengalami kelesuan, Jepang terkena resesi dan Tiongkok sedang menjaga agar perekonomiannya tidak makin menurun.
Situasi yang hanya terjadi di AS tersebut, kata dia, menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam beberapa minggu terakhir.
Tidak Khawatir Di tengah laju kurs rupiah yang melemah, Andreas Yasakasih mengharapkan pelaku pasar modal tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi kurs mata uang domestik itu dikarenakan faktor dominan yang mempengaruhi industri pasar modal yakni fundamental ekonomi Indonesia.
"Fundamental ekonomi Indonesia tidak ada masalah, semuanya masih positif, sehingga potensi kinerja perusahaan tercatat atau emiten di BEI akan tetap bagus," ucapnya.
Berinvestasi di pasar saham, lanjut dia, idealnya dilakukan dengan horizon jangka panjang. Fluktuasi rupiah yang cenderung melemah juga diperkirakan hanya berjangka pendek sehingga tidak perlu begitu dirisaukan.
Meski nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS, lanjut dia, namun dirinya meyakini tidak ada keresahan emiten domestik yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS karena perusahaan juga sudah mengantisipasinya.
"Apalagi pelemahan yang terjadi bukan disebabkan faktor fundamental ekonomi domestik," ujarnya.
Menurut dia, sepanjang pemerintah bisa memperbaiki faktor-faktor domestik maka rupiah tidak akan terlalu bergejolak. Sejauh ini, pemerintah memiliki kebijakan yang positif untuk mendorong perekonomian Indonesia salah satunya dengan menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement