Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cloudera Berbagi Strategi Menjadi Perusahaan Antifragile dalam Ketidak pastian Ekonomi 2024

Cloudera Berbagi Strategi Menjadi Perusahaan Antifragile dalam Ketidak pastian Ekonomi 2024 Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Berbagai situasi diprediksi akan menekan perekonomian global pada tahun 2024, antara lain tingginya suku bunga, kenaikan harga energi, perlambatan ekonomi negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ditambah juga dengan risiko geopolitik dan perang. Polling yang dilakukan oleh Reuters baru-baru ini memprediksi pertumbuhan ekonomi global kemungkinan melambat jadi 2,6% dari angka 2,9% pada tahun ini. Walau begitu, kabar baiknya, para ekonom setuju bahwa dunia akan terhindar dari resesi.

“Dengan berbagai situasi tersebut,  pada tahun depan perusahaan perlu menjadi antifragile ketika mereka mencari perlindungan untuk menghadapi tahun yang berat,” tutur Remus Lim, Vice President APAC & Jepang, Cloudera dan di Jakarta, baru-baru ini. 

Remus mengatakan, perusahaan wajib melihat hal-hal di luar perekonomian untuk mencegah mereka membuat keputusan-keputusan bisnis dengan pandangan sempit. Di antaranya, mengadopsi strategi bisnis jangka panjang dengan mendedikasikan sumber daya untuk infrastruktur dan keahlian, sehingga mereka bisa bertumpu pada inovasi dan menjadi antifragile dalam berbagai situasi ekonomi.

Tak heran apabila market transformasi digital diprediksi masih tumbuh dengan positif, menembus US$4.617,78 miliar sampai tahun 2030. Angka ini mengindikasikan bahwa meskipun bisnis akan terus berinvestasi di transformasi digital, lingkungan ekonomi yang menantang kemungkinan akan membuat perusahaan semakin meningkatkan inisiatif yang mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi dan memaksimalkan sumber daya yang saat ini mereka miliki.  

Salah satu aspek krusial untuk menjadi antifragile adalah data, sebagai aset strategis dan dianggap sebagai ‘digital gold’ pada masa kini. Tahun depan, kata Remus, akan semakin banyak perusahaan yang mulai memonetisasi data untuk mendapatkan aliran pendapatan baru. Namun Remus menyarankan data tidak hanya dikaitkan dengan pendapatan tapi bagaimana data dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan bisnis yang penting, dan terus berinovasi. 

“Untuk ini, perusahaan-perusahaan harus bisa memastikan integritas data, di mana datanya akurat, lengkap dan konsisten. Satu dari banyak cara untuk mencapai ini adalah dengan memperhatikan data lineage (asal usul data), di mana perusahaan tahu dengan jelas asal data mereka, bagaimana ini telah berubah dan tujuan akhirnya di dalam siklus hidupnya,” ucap Remus. 

Di saat semakin banyak organisasi menyimpan data di on-premise dan di cloud, menjalankan platform manajemen data dengan arsitektur modern bisa mempercepat waktu untuk mendapatkan insight dan menyediakan akses ke data dan analitik di semua lini bisnis. Akses cepat ke insight ini akan memungkinkan organisasi untuk menjadi organisasi yang digerakkan oleh data dan membuat keputusan bisnis strategis yang sejalan dengan tujuan perusahaan. 

Walau masa depan ekonomi tidak pasti, Remus menilai perusahaan tidak boleh mengorbankan inovasi untuk menjadi resiliensi. Salah satunya memanfaatkan trend AI, terutama generative AI, yang diprediksi akan terus berlanjut pada tahun depan. 

Selain mendorong  penghematan biaya dan efisiensi operasional, AI akan membuka peluang inovasi dan pendekatan kreatif terhadap tantangan bisnis. Namun dia memperingatkan, strategi AI perlu dibarengi penggunaan platform data yang baik di mana perusahaan memiliki visibilitas dan kendali penuh atas data mereka di mana pun lokasinya, memiliki tata kelola data yang benar dan komitmen organisasi terhadap inisiatif tata kelola data, sehingga data dapat memberikan insight yang handal dan untuk membentuk fondasi untuk penggelaran AI. 

“Untuk berhasil mendapatkan keuntungan dari AI membutuhkan strategi AI yang hati-hati dan penuh pertimbangan. Ketergesaan untuk menjalankan AI harus sejalan dengan strategi bisnis organisasi, alih-alih langsung ikut-ikutan saja. Kemungkinan besar sebuah organisasi tidak akan mendapatkan banyak keuntungan jika hanya menggelar satu kasus penggunaan AI secara sembarangan dan berbeda,” ucap Remus. 

Remus memuji perkembangan pengadopsian AI di perusahaan di Indonesia yang berada pada jalur yang benar dan menjanjikan. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Fajar Muharandy, Principal Solution Engineer Cloudera, yang mengatakan memang ada pengimplementasian AI yang beragam di antara customer di Indonesia. Ada yang baru mulai, ada yang sudah setengah jalan, dan yang sudah mengimplementasikan gen AI seperti OCBC Indonesia dan Telkomsel. 

“Di Indonesia kita bisa berbesar hati, walau kita mulainya dengan agak lambat, tapi Indonesia kaya akan data dengan customer yang sangat besar, seperti Telkomsel misalnya dengan pelanggan 150-180 juta. Jadi kita di Indonesia bisa melakukan seperti yang dilakukan di luar sana, di sini bisa langsung jadi Big Data,” ucap Fajar. 

OCBC Indonesia percaya bahwa mengadopsi teknologi akan memberikan nilai tambah bagi pengalaman nasabah sebagai tujuan strategis. Menerapkan teknologi data modern dan meluncurkan proyek-proyek AI generatif merupakan salah satu tonggak penting bagi Bank untuk tetap berada di depan dan menjadi yang terdepan di industri ini. Bank sangat yakin bahwa teknologi dan pengalaman nasabah tidak dapat dipisahkan dalam memberikan solusi bagi kebutuhan nasabah.

Sementara itu, Tina Lusiana - VP IT Business Intelligence and Analytics, Telkomsel, mengatakan besarnya jumlah aliran data yang masuk dan pertumbuhan besaran data yang masif, Telkomsel memutuskan untuk beralih dari solusi lama yang bersifat proprietary ke Cloudera Flow Management dan Cloudera Stream Analytics yang dibangun dengan kerangka arsitektur yang bersifat terbuka untuk pengumpulan dan pemrosesan data. “Keberhasilan implementasi ini memberikan peningkatan yang cukup signifikan terhadap keseluruhan biaya dan kinerja Telkomsel. Hal ini membawa dampak yang cukup besar bagi bisnis terutama dalam hal beradaptasi dengan lebih cepat terhadap berbagai kebutuhan baru serta proses waktu yang lebih singkat dengan menggunakan teknologi dari Cloudera,” kata Tina, memungkas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: