Soal Pembatasan Layanan Video Berbasis Internet, Pemerintah Diminta Lebih Berpihak pada Operator Lokal
Kredit Foto: Unsplash/Nasik Lababan
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyoroti respons Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, terkait isu pembatasan penyedia layanan internet Over the Top/OTT asing yang tengah jadi perbincangan hangat publik saat ini.
Diketahui, baru-baru ini muncul wacana di tengah publik terkait pembatasan layanan video berbasis internet atau Voice Over IP (VoIP), termasuk layanan WhatsApp Call. Informasi tersebut disampaikan oleh Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Denny Setiawan.
"Informasi itu justru membingungkan publik. Dan, menterinya cepat banget bela OTT," kata Trubus saat dihubungi, Senin (21/7/2025).
Menurut Trubus, pemerintah harus proaktif dalam merumuskan regulasi yang adil. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan solusi konkret untuk ketimpangan yang dikeluhkan operator lokal.
Misalnya, menurut Trubus, Pemerintah bisa mendorong model kerja sama yang membuat OTT asing diwajibkan berkolaborasi dengan operator lokal. Hal itu dilakukan dengan target menurunkan harga layanan yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Selain itu, OTT asing mendanai infrastruktur atau membayar biaya penggunaan jaringan (network usage fee), seperti yang diterapkan di beberapa negara lain.
Trubus menegaskan, selama ini OTT asing sangat menikmati keuntungan dari pasar di Indonesia hingga mendominasi. "Makanya, harus ada pembatasan agar ada perhatian pada aplikasi lokal. Ini OTT luar bisa mendominasi, raup keuntungan tak terkira," ucapnya.
Di sisi lain, Pemerintah juga harus memperketat aturan penyimpanan dan pengelolaan data pengguna oleh OTT asing untuk melindungi kepentingan nasional.
Baca Juga: Kementerian BUMN Genjot Komunikasi Digital Lewat Workshop AI
"Belajar dari negara lain, Indonesia bisa mengenakan pajak digital dari OTT. Pajak digital ini sebagai faktor pengurang atau insentif yang diberikan untuk operator seluler sehingga pendapatan negara dari telekomunikasi tetap terjaga. Operator seluler mendapat insentif dan OTT dikenakan pajak digital sebagai bentuk keadilan bisnis digital yang selama ini OTT terbebas dari kewajiban apapun," tegasnya.
Trubus juga menekankan agar pemerintah menerapkan aturan tegas kepada para OTT asing yang berkegiatan usaha di Tanah Air. "Pemerintah perlu mewajibkan OTT kerja sama dengan operator lokal. Pemerintah juga harus mewajibkan OTT asing melakukan pendanaan infrastruktur jaringan, harga layanan turun," paparnya.
Tak hanya itu, Trubus menyoroti sistem keamanan dan pelindungan dari berbagai fitur layanan yang dijajakan OTT asing kepada masyarakat seperti perlindungan konsumen dari kejahatan di layanan OTT lewat WhatsApp (APK) atau peretasan data. Komdigi pun menyebut laporan penipuan online ini melonjak tiap tahun.
Lanjut Trubus, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27/2022 yang efektif 17 Oktober 2024. Namun, sayangnya PP terkait hal itu belum ada dan Lembaga PDP pun belum terbentuk. Dengan keadaan seperti itu, pemerintah dinilai perlu melibatkan operator lokal untuk menyaring konten berbahaya di jaringan.
"Kalau cuma ngandelin undang-undang di atas kertas tanpa aksi nyata, konsumen bisa terus jadi santapan penjahat siber. Makanya, tadi harus ada pembagian konten. Nggak semua dimakan asing, harus ada lokal," tegasnya.
Baca Juga: Menkomdigi Meutya Hafid Tegaskan Tidak Ada Pembatasan WhatsApp Call dan Layanan VoIP Lainnya
Oleh karena itu, Trubus mengingatkan, Menkomdigi selaku regulator harus menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan keamanan masyarakat selaku pengguna layanan. "Intinya, harus ada intervensi dan peran dari negara untuk melindungi kedaulatan digital kita," tandasnya.
Sebelumnya, Menkomdigi, Meutya Hafid, menegaskan, tidak ada rencana dari pemerintah untuk membatasi layanan WhatsApp Call. "Saya tegaskan pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan," ujar Meutya dilansir lewat siaran pers di situs web resmi Komdigi.
Merespons pernyataan tersebut, Trubus mengingatkan bahwa Pemerintah harus melakukan tindakan yang merepresentasikan kepentingan negara. "Menkomdigi jangan sampai inferior, harus berani menjaga marwah dan martabat bangsa. Bangsa yang berdaulat dan berwibawa, bukan inferior," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement