Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dana RBP REDD+ Rp251 Miliar Disalurkan BPDLH untuk Pengendalian Iklim di 15 Provinsi

Dana RBP REDD+ Rp251 Miliar Disalurkan BPDLH untuk Pengendalian Iklim di 15 Provinsi Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah ancaman krisis iklim yang dampaknya semakin nyata, Pemerintah Indonesia terus mengupayakan berbagai inisiatif dan kemitraan global untuk pengendalian perubahan iklim. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

REDD+ merupakan sebuah inisiatif global yang menempatkan hutan sebagai garda terdepan dalam mitigasi perubahan iklim. Hutan memegang peran penting dalam pengendalian perubahan iklim dan berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Indonesia berhasil memperoleh pendanaan dari Green Climate Fund (GCF) untuk program percontohan Pembayaran Berbasis Hasil/Results Based Payment (RBP) atas keberhasilan penurunan emisi dari sektor kehutanan. Dana insentif tersebut sebesar USD 103,8 juta atas keberhasilan penurunan emisi sebesar 20,25 juta ton CO2 ekuivalen (tCO2e pada tahun 2014-2016).

Dana RBP REDD+ dibagi menjadi 3 output. Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 mendapatkan alokasi pendanaan sebesar USD 93,4 juta yang dimulai dari Juli 2023 dan diperkirakan selesai pada tahun 2030. Penerima manfaat terdiri dari para pihak di tingkat nasional dan subnasional di 38 provinsi.

Sebagai tindak lanjutnya, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagai lembaga yang mengelola dana tersebut dalam proses menyalurkan dana kepada 15 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, Riau, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Papua Barat Daya, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Penyaluran dana dengan alokasi lebih dari Rp251 miliar dengan durasi setiap provinsi berbeda, sekitar 1 - 4 tahun.

Untuk membantu mengelola dana dan fasilitasi proyek tersebut, 15 penerima manfaat tersebut telah menunjuk 8 lembaga perantara. Penyaluran dana untuk 15 penerima manfaat tersebut pun resmi dimulai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama penyaluran dana antara BPDLH dengan 8 Lemtara yang disaksikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) Kementerian Keuangan, perwakilan Gubernur serta pimpinan organisasi pemerintahan daerah dari 15 Provinsi penerima manfaat.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menyampaikan apresiasi kepada BPDLH atas komitmennya dalam mengelola sumber pendanaan iklim dari luar APBN serta mendistribusikannya hingga tingkat sub nasional dan masyarakat.

Beliau menekankan bahwa pendanaan iklim di Indonesia menghadapi tantangan besarnya celah antara kebutuhan pendanaan iklim dan jumlah yang tersedia. Ia berharap, penyaluran dana RBP REDD+ dari GCF dapat terdistribusikan dan berdampak nyata bagi aksi iklim di daerah.

“Kita harus membuktikan dana yang sudah diberikan GCF terdistribusi dan ada impactnya. Kita harus bertanggung jawab atas dana yang diberikan. KLH bersama BPDLH akan melihat dari sisi akuntabilitas, agar kita dilihat sebagai bangsa yang berintegritas dan punya impact terhadap perubahan iklim,” ujarnya.

Capaian implementasi proyek hingga saat ini, telah mendukung lebih dari 2 juta Ha perluasan perhutanan sosial, fasilitasi 40 usulan penetapan hutan adat, pendampingan 163 RKPS, 4.477 lokasi proklim tercatat, pemberdayaan dan penguatan sosial ekonomi masyarakat, pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada 7 provinsi rawan karhutla di Indonesia, memperkuat kapasitas teknis di tingkat nasional dan subnasional dalam pelaporan GRK, penguatan arsitektur REDD+, dan mendukung penguatan implementasi NDC mitigasi perubahan iklim.

“Upaya mencapai NDC 2030 membutuhkan sumber daya, khususnya pendanaan yang sangat besar. Sementara, dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih belum optimal. Pendanaan seperti Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 berkontribusi dalam mencapai target NDC, pengelolaan hutan lestari, kesejahteraan masyarakat,” ujar Mahfudz, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan.

“Melalui kerja sama ini, kita tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga menyalurkan harapan dan kepercayaan global terhadap komitmen Indonesia dalam penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 dapat menjadi katalis untuk akses RBP di daerah, kata Joko Tri Haryanto, Direktur Utama BPDLH.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: