Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sederhananya Berinovasi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - People always overestimate how complex business is. This isn’t rocket science. - Jack Welch, Mantan CEO General Electric.

Pernyataan di atas ada benarnya. Kompleksitas bisnis sudah begitu menakutkan. Bagi sebagian orang, kompleksitas menjadi alasan untuk tidak melakukan apa-apa. Bagi sebagian lagi, kompleksitas dijadikan komoditas untuk mencari kehidupan. Itu sah-sah saja. Namun, tidak bagi penginovasi.

Penginovasi adalah pemecah persoalan. Mereka tidak berlama-lama mengapresiasi  kompleksitas. Mereka hanya fokus pada persoalan manusia masa kini dan masa depan. Problem yang ada di masyarakat  harus diidentifikasi. Identifikasi problem yang tepat menjadi awal perjalanan yang menentukan keberhasilan dalam berinovasi.

Derajat Inovasi

Banyak definisi tentang inovasi. Menawarkan produk yang lebih baik dari yang sebelumnya disebut inovasi, meski inkremental sifatnya. Memperbaiki proses produksi supaya jumlah cacat berkurang, juga disebut inovasi, meski itu bisa juga disebut perbaikan proses. Memangkas panjangnya rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan rantai pasok, juga disebut inovasi. Meningkatkan hubungan dengan pelanggan agar terjadi peningkatan belanja per pelanggan, juga disebut inovasi. Kalau begitu, inovasi tidak ada bedanya dengan perbaikan.

Mungkin definisi inovasi berikut dapat membedakannya dengan apa yang sudah kita dengar selama ini:

"Innovation is the economically successful introduction of a new technology or a new combination of existing technologies in order to create a drastic change in the value/price relationship offered to the customer and/or user" (De Meyer dan Garg, 2005).

Tidak bisa ditawar lagi bahwa inovasi harus menghadirkan kebaikan buat penggunanya. Inovasi adalah solusi untuk masyarakat pengguna yang problemnya belum terselesaikan. Silakan berempati terhadap mereka yang harus menjalani proses rehabilitasi berkepanjangan sehabis mengalami kecelakaan. Juga buat mereka yang harus berjuang melawan penyakit mematikan. Riset tanpa henti dilakukan untuk menemukan solusinya.

Di sini, sains dan teknologi akan selalu menemukan jawabannya. Itulah keyakinan kuat yang dipegang para penginovasi, pencilan dari kerumunan. Inovasi bukanlah pekerjaan sembarangan yang sekadar mengikuti pemain lain karena kelatahan. Inovasi hadir berkat R&D yang panjang dan melelahkan untuk menawarkan introduksi penemuan baru.

Penemuan baru kemudian dikomersialkan menjadi solusi baru. Bisa dibayangkan jika suatu saat nanti ada teknologi yang bisa mempercepat proses rehabilitasi seseorang; obat ataupun teknologi baru yang dapat memperlambat dan menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Itulah yang disebut perubahan drastis. Nilainya begitu tinggi. Kemungkinan sukses diterima pasar akan besar sekali. Difusi inovasinya akan cepat sekali. Itulah inovasi pada tingkatan tertingginya. Inovasi pada tingkatan ini memiliki urgensi yang begitu tinggi untuk segera digunakan.

Lantas, bagaimana dengan bermunculannya bisnis-bisnis baru yang populer sekarang ini? Sebut saja berbagai  e-dagang baik yang datang dari luar maupun domestik. Apakah itu sebuah inovasi? Silakan cek definisi inovasi di atas. Apakah secara ekonomi sukses di pasar? Ada segelintir yang sukses, tetapi tidak sedikit yang akhirnya hilang dari persaingan. Apakah menggunakan teknologi termaju atau gabungan teknologi yang sudah ada? Jawabannya tentu "ya". Apakah ada perubahan drastis yang ditawarkan ke penggunanya? Diragukan. Belum ada urgensi yang tinggi dari sebagian besar konsumen untuk beralih ke e-dagang.

Juga, bagaimana dengan bisnis-bisnis yang katanya disruptif? Jasa transportasi/antaran berbasis teknologi digital? Apakah memang begitu drastis perubahan yang ditawarkan? Memang ada peningkatan rasio value atau performa terhadap biayanya, tetapi tidak drastis. Apakah bisnis ini menawarkan kesuksesan ekonomi buat pelakunya? Tergantung. Jika difusinya mampu merangkul pengguna mayoritas dan tetap bertahan untuk waktu yang lama, itu baru sukses secara ekonomi. Perlu diingat, kebanyakan inovasi berhenti sampai mereka yang disebut pengadopsi awal saja (Moore, 1991). Inovasi disruptif sebetulnya memiliki potensi besar di negara emerging economy seperti Indonesia.

Inovasi Khas Indonesia

Dengan populasi masyarakat di piramida terbawah (bottom of the pyramid/BOP) yang begitu besar,  potensi inovasi disruptif di Indonesia pun begitu besar. Tanpa harus menggunakan teknologi terkini, selama mampu menawarkan produk dengan rasio performa/value terhadap harga yang tinggi, masyarakat BOP yang tadinya termarjinalkan jadi terlayani.

Strategi imitasi nan cerdas yang banyak dijalankan pelaku di Tiongkok bisa dicoba di sini. Bagi masyarakat BOP, kemurahan harga menjadi order winner yang harus dipenuhi pelaku bisnis. Menawarkan produk dengan harga murah tanpa terlalu mengorbankan performa, sudah menciptakan rasio performa-harga yang tinggi. Sudah cukup memenuhi satu kriteria inovasi. Ketersediaan dan keterjangkauan produk makanan sehari-hari, pendidikan, layanan kesehatan, dan jaminan hari tua adalah solusi yang mereka nantikan.

Sementara itu, untuk masyarakat menengah ke atas, ketersediaan dan keterjangkauan produk sehari-hari bukan lagi menjadi prioritas. Dengan kuatnya daya beli mereka, kebutuhan emosional mereka makin tinggi. Mengonsumsi produk tidak lagi untuk urusan fungsionalitas. Produk-produk dengan jobs to be done yang berkaitan dengan kebutuhan emosional mereka menjadi pilihan. Mobil, pakaian, gadget, sepatu, dan beragam aksesori untuk penjelas identitas diri menjadi keharusan. Persoalannya, hampir tidak ada dari produk-produk tersebut yang dihasilkan sendiri oleh pelaku lokal. Adu hebat, adu gengsi, dan adu mahal masih menjadi dominasi pelaku asing. Inovasi yang bersifat berkelanjutan (sustaining innovation)  ini belum menjadi pilihan pelaku lokal.

Adu hebat dalam teknologi bukan urusan mudah bagi pelaku lokal. Adu gengsi juga sulit mengingat sebagian masyarakat yang masih silau dengan produk asing. Adu mahal juga tidak efektif buat pelaku lokal. Maka, untuk pelaku lokal yang ingin berinovasi, pilihan yang paling realistis adalah inovasi makna (Verganti, 2009). Dengan segala keterbatasan dalam penguasaan sains, teknologi, dan pendanaan, pelaku di sini tetap dapat berinovasi lewat produk-produk yang khas Indonesia. Dengan kemaknaannya yang tinggi, rasio performa atau nilai produk terhadap harga pun menjadi tinggi.   Makanan, pakaian, pendidikan, pembayaran, hiburan, dan wisata adalah peluang nyata untuk pelaku bisnis di sini. Ciptakanlah produk-produk tersebut dan bisnis lokal pun akan terus menggeliat. Sesederhana itu saja!

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 20

Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities and Development, Prasetiya Mulya Business School

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: