Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) meningkatkan Outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari Stable menjadi Positive, sekaligus mengafirmasi rating pada BBB- (Investment Grade) pada 21 Desember 2016. Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB-/stable outlook pada tanggal 23 Mei 2016.
Dalam siaran pers-nya, Fitch menyatakan bahwa faktor kunci yang mendukung perbaikan outlook Sovereign Credit Rating Indonesia, yaitu pertama, track record stabilitas makroekonomi yang dapat dijaga dengan baik oleh otoritas dalam beberapa tahun terakhir di tengah tantangan ekonomi global.
Kedua, kebijakan moneter dan nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia telah efektif meredam gejolak di pasar keuangan; serta ketiga, dorongan reformasi struktural yang kuat sejak September 2015 yang mampu memperbaiki iklim investasi secara bertahap dan diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Lebih lanjut, Fitch menyatakan bahwa perbaikan rating dimungkinkan apabila Indonesia mampu meningkatkan ketahanan sektor eksternal, melanjutkan perbaikan iklim investasi dan standar tata kelola, serta menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan pada tingkat yang lebih tinggi.
Menanggapi hal itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyatakan, perbaikan outlook Fitch tersebut menunjukkan semakin meningkatnya optimisme dunia internasional atas prospek kinerja ekonomi Indonesia di tengah tantangan domestik maupun global.
"Untuk itu, Indonesia akan terus menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia melalui implementasi reformasi strukural, serta meningkatkan sinergi kebijakan antar otoritas guna mempercepat transformasi ekonomi sehingga membawa perekonomian tumbuh lebih sehat, inklusif, serta berkelanjutan," ujarnya di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Dari sisi BI, beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan ketahanan sektor eksternal yaitu pertama,menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya; kedua menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sustainable; ketiga menjaga kecukupan cadangan devisa.
"Keempat memastikan ketersediaan second line of defense baik dari bilateral, regional, maupun global; kelima mengimplementasikan ketentuan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan Utang Luar Negeri bagi Korporasi Non-Bank; serta keenam terus melakukan upaya pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo