Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel Wiwiek Sisto Widayat mengatakan temuan uang palsu di wilayahnya pada awal 2017 mengalami peningkatan 2,26 persen. Sebagai perbandingan, tercatat 292 lembar uang palsu pada Januari 2017. Sedang sebulan sebelumnya uang palsu yang dilaporkan ke BI berkisar 235 lembar. Adapun sepanjang 2016, total temuan uang palsu mencapai 2.462 lembar.
Wiwiek mengungkapkan temuan uang palsu di Sulsel didominasi pecahan Rp50 ribu. Merujuk data BI, 172 lembar uang palsu atau 58,90 persen dari total temuan merupakan pecahan Rp50 ribu. Disusul pecahan Rp100 ribu sebanyak 119 lembar (40,75 persen) dan pecahan Rp20 ribu sebanyak 1 lembar (0,34 persen). Statistik 2016 menunjukkan hal yang sama, dimana ditemukan 1.266 lembar uang palsu pecahan Rp50 ribu atau 51,42 persen dari total temuan.
"Temuan uang palsu di Sulsel didominasi uang pecahan Rp50 ribu, disusul uang pecahan Rp100 ribu.Tentunya pelaku kejahatan memilih memalsukan uang pecahan dengan nominal besar lantaran kalau ketangkap hukumannya sama dengan memalsukan uang pecahan yang nominalnya lebih kecil," kata Wiwiek, saat dihubungi Warta Ekonomi, Jumat (3/3/2017)t.
Wiwiek mengimbuhkan sebaran uang palsu di Sulsel dalam beberapa tahun terakhir terpusat di Makassar. Pada awal tahun ini, 276 lembar atau 94,52 persen temuan uang palsu dilaporkan beredar di Kota Daeng. Banyaknya temuan uang palsu di Makassar tidak lepas lantaran statusnya sebagai ibukota provinsi Sulsel, dimana aktivitas perekonomian terbesar terjadi. Selain itu, warga Makassar lebih melek uang dan memahami ciri-ciri keaslian uang.
Peningkatan temuan uang palsu di Sulsel, Wiwiek menegaskan tidak berarti peredarannya semakin massif. Menurut dia, banyaknya temuan uang palsu menunjukkan masyarakat dan perbankan Sulsel semakin peduli dan sadar untuk melaporkan ke BI perihal keraguan keaslian uang. Peningkatan temuan uang palsu seiring dengan semakin gencarnya BI mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang ke seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan data yang dihimpun Warta Ekonomi, peningkatan temuan uang palsu memang mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015, temuan uang palsu hanya 1.284 lembar. Lalu, pada 2016 jumlah temuan uang palsu melonjak sampai 2.462 lembar. "Kenaikannya sampai 91,74 persen. Kami mengharapkan dengan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang dan adanya rupiah emisi tahun 2016, pemalsuan uang bisa ditekan," tuturnya.
BI memang mengandalkan cetakan terbaru rupiah emisi 2016 yang diklaim lebih sukar untuk dipalsukan. Beragam teknologi teranyar, kata Wiwiek, diyakini membuat pelaku kejahatan akan kelimpungan, meskipun diakui tidak akan menyurutkan niat dan upaya-upaya memalsukan rupiah. "Kami yakin teknologi sistem pengaman rupiah baru bisa meminimalisir pemalsuan uang."
Rupiah baru yang diluncurkan pada 19 Desember 2016 dilengkapi 9-12 unsur pengaman. Di antaranya yakni gambar saling isi alias rectoverso, tinta berubah warna, gambar tersembunyi, cetakan kasar jika diraba, benang pengaman, gambar raster, mikro teks dan anti-copy.
Sementara itu, Kapolda Sulsel Irjen Muktiono mengaku terus memantau jika ada indikasi peredaran uang palsu di kalangan masyarakat. Tindakan tegas berupaya proses akan dilakukan sesuai hukum yang berlaku. Koordinasi dan kerjasama dengan BI pun terus dijalin untuk memberantas peredaran uang palsu. "Selain merugikan masyarakat juga bisa berdampak terhadap perekonomian negara," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Sucipto