Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Elemen keagamaan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menggelar Aksi Simpatik 55 dengan jalan kaki usai menjalani Shalat Jumat di Masjid Istiqlal menuju gedung Mahkamah Agung (MA).
Elemen keagamaan itu berencana menemui pimpinan MA dengan tuntutan supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Utara menjaga independensi dalam memutus perkara terdakwa dugaan kasus penodaan agama. Atas tuntutan massa Aksi Simpatik 55 ini, MA bersedia menemui 12 orang perwakilan dan melakukan dialog.
Adapun lima orang pimpinan MA yang menemui dan berdialog dengan 12 orang perwakilan dari Aksi Simpatik 55 adalah Sekretaris MA Pudjo Harsoyo, Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, Kabiro Pengawasan MA Sunarto, panitera MA Made Rawa Aryawan, dan panitera muda pidana MA Suharto.
Usai bertemu dengan lima pimpinan MA, perwakilan dari massa Aksi Simpatik 55 Kapitra Ampera menjelaskan bahwa dalam dialog dengan lima pimpinan MA tersebut, pihaknya meminta keadilan atas perkara dugaan penistaan agama.
"Kami meminta supaya keadilan ditegakkan, dan mendukung independensi majelis hakim dalam memutus perkara," kata Kapitra.
Kapitra menambahkan aksi simpatik 55 ini merupakan bentuk dukungan massa kepada MA supaya mengedepankan keadilan dan independensi hakim.
"Tidak boleh ada campur tangan penguasa atau pihak manapun dalam bentuk apapun," lanjut Kapitra.
Dari dialog yang dilakukan oleh perwakilan aksi simpatik 55 dengan MA, Kapitra menyebutkan bahwa MA telah menjamin bahwa majelis hakim bebas dari segala bentuk intervensi. Apa yang dikatakan oleh Kapitra kemudian dibenarkan oleh pihak MA yang diwakilkan oleh panitera MA Made Rawa Aryawan dalam jumpa pers usai dialog dengan 12 orang perwakilan Aksi Simpatik 55.
"Kami berani menjamin majelis hakim akan berlaku adil dan terbebas dari intervensi apapun bentuknya," kata Aryawan.
Pernyataan ini dikatakan untuk menanggapi tuntutan dari aksi simpatik 55 yang dilakukan oleh GNPF MUI. Aryawan juga mengatakan bahwa independensi atau kebebasan hakim dalam menangani perkara dijamin oleh undang-undang, sehingga tidak boleh ada pihak manapun campur tangan dalam perkara yang ditangani oleh hakim.
"Intervensi ke hakim bisa dikenakan pidana," tegas Aryawan. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo