Khamenei Ibaratkan AS Seperti Kapal Titanic yang Segera Tenggelam
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan pemerintah Amerika Serikat (AS) akan tenggelam seperti kapal Titanic. Menurutnya, ekonomi AS saat ini dikontrol orang-orang kaya Zionis dan pemilik perusahaan.
Dalam serangkaian tweet panjang, Khamenei mengatakan kekuatan ekonomi AS adalah "fasad". Komentarnya itu mengutip para politisi Demokrat progresif yang mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump mengawasi transfer kekayaan AS ke beberapa miliarder.
Baca Juga: Diambang Perang, AS Kepung Iran di Timur Tengah
"Hari ini, lambang pemberontakan, arogansi dan tirani adalah pemerintah AS, yang dikendalikan oleh orang-orang kaya Zionis dan pemilik perusahaan," bunyi tweet Khamenei, Kamis (20/2/2020).
"Dengan cara yang sama bahwa kemuliaan dan kemegahan kapal Titanic yang terkenal tidak mencegahnya tenggelam, kemuliaan dan kemegahan AS yang jelas tidak akan mencegahnya tenggelam. Dan, AS akan tenggelam," lanjut Khamenei.
Khamenei membidik kebijakan ekonomi Trump, yang sering disebut-sebut oleh sang presiden sebagai salah satu pencapaian terbesarnya. Trump mencatat bahwa pasar berada pada rekor tertinggi dan dan tingkat pengangguran berada pada titik terendah dalam beberapa dekade.
"Presiden AS saat ini mengklaim ia telah memperbaiki situasi ekonomi di sana. Yang lain mengatakan ya, itu menjadi lebih baik, tetapi hanya untuk para miliarder, bukan untuk rakyat AS," ujar Khamenei, seperti dikutip Times of Israel.
Tanpa menyebut nama, Khamenei seperti mengutip kandidat calon presiden Partai Demokrat seperti Bernie Sanders dan Elizabeth Warren.
"Ini bukan kata-kata saya, tapi kata-kata dari anggota badan penguasa AS. Dia mengatakan lebih dari USD100 juta telah ditambahkan ke kekayaan lima orang terkaya di AS dalam 3 tahun masa kepresidenan Trump. Tiga dari mereka memiliki kekayaan yang sama dengan setengah populasi AS. Lihatlah celah sosial ini!," imbuh tweet Khamenei.
"AS telah menciptakan fasad berada di atas kakinya," sambung dia. "AS memiliki salah satu utang terbesar di dunia saat ini, dan kesenjangan antara kelas sosial lebih luas dari sebelumnya."
Komentar Khamenei datang ketika Iran bersiap untuk pemilu parlemen yang penting dalam dua hari, di mana banyak orang di negara itu merasa bahwa kehidupan mereka telah dilumpuhkan oleh kemerosotan ekonomi yang diperburuk oleh sanksi AS yang keras sejak Trump menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir yang penting dengan Republik Islam Iran pada tahun 2018.
Kubu konservatif Iran diperkirakan akan melakukan kebangkitan besar-besaran dalam pemungutan suara hari Jumat besok. Kubu konservatif selama ini gerah dengan AS, terutama setelah kedua negara bersitegang selama berbulan-bulan.
Keuntungan mereka akan dibuat dengan mengorbankan mereka yang mendukung Presiden Hassan Rouhani, seorang konservatif yang relatif moderat yang terpilih kembali pada tahun 2017 menjanjikan lebih banyak kebebasan kepada orang-orang Iran dan manfaat dari keterlibatan dengan Barat.
Rouhani mendesak orang-orang Iran untuk pergi memberikan suara besok. Dia mengatakan mengambil bagian dalam pemilu akan memberi Iran "kekuatan dan persatuan" yang dibutuhkan dalam pendirian melawan Amerika Serikat.
"Kami akan pergi ke tempat pemungutan suara untuk memilih orang-orang terbaik untuk parlemen, yang merupakan lembaga yang sangat penting," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi setelah pertemuan kabinetnya.
"Kami berada di bawah sanksi berat dan tekanan oleh arogansi global, dan kami harus memutuskan sanksi ini dan meningkatkan kehidupan masyarakat," paparnya, merujuk pada Amerika Serikat.
?Sanksi adalah tindakan teroris dan tirani terhadap Iran. Tidak ada yang bisa mengatakan sanksi tidak berpengaruh dan pemerintah harus melakukan lebih banyak... Itu bohong, itu mendukung Amerika."
Pengawas pemilu Iran pada hari Rabu membela keputusannya untuk mendiskualifikasi ribuan kandidat anggota parlemen.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan sekitar setengah dari 16.033 calon akan menentang pemilu setelah Dewan Wali melarang ribuan calon, kebanyakan dari mereka relatif moderat dan reformis.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: