Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pertamina Belum Turunkan Harga BBM, Energy Watch: Masuk Akal

        Pertamina Belum Turunkan Harga BBM, Energy Watch: Masuk Akal Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi -

        Sikap PT Pertamina (Persero) yang belum menurunkan harga BBM subsidi di tengah harga minyak dunia yang anjlok dianggap masuk akal. Sebab, Pertamina terikat dengan beragam regulasi. Salah satunya regulasi terkait harga BBM dari pemerintah hingga soal operasional kilang dan sumur minyak.

        Dengan harga minyak mentah yang mengalami penurunan, Pertamina secara bisnis terdampak di sisi hulu, tapi tidak di sisi midstream dan downstream. Tetapi, sisi downstream, Pertamina tidak dalam kondisi normal sebab permintaan atas konsumsi BBM juga mengalami penurunan.

        Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan, menentukan harga jual BBM tidak hanya dari harga minyak mentah, tapi juga biaya operasional bisnis, dan lain-lain.

        Ini perlu dipertimbangkan agar kegiatan bisnis tetap berjalan normal. Selain itu, BBM Pertamina yang dijual saat ini juga berasal dari pembeliaan dua atau tiga bulan lalu. Karena itu, tidak bisa dilihat satu variabel saja.

        Jadi, harus melihat keseluruhan dari unit bisnis yang dijalankan Pertamina termasuk di antaranya biaya yang dikeluarkan Pertamina juga sangat besar. Hal ini terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan sulit.

        "Kita tidak bisa membandingkan harga BBM di Indonesia dan Malaysia. Luas wilayah berbeda, biaya distribusi juga berbeda. Jadi, banyak biaya variabel yang dikeluarkan," kata Mamit.

        Berbagai faktor tersebut, menurut Mamit, tentu memperberat kondisi Pertamina. Terlebih saat ini permintaan BBM juga menurun jauh. Hal ini juga berbeda dibandingkan dengan pemain swasta lain sehingga butuh banyak pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, Pertamina juga sudah memberikan banyak bantuan dalam penanganan Covid-19 ini. Sehingga, tidak serta-merta harga minyak dunia turun maka harga BBM Pertamina harus diturunkan.

        "Jadi, melihat bisnis Pertamina memang harus secara holistik, menyeluruh. Karena tidak hanya bermain di hilir tetapi juga di hulu, yang saat ini mengeluarkan banyak biaya. Ini yang berbeda dengan swasta lain," terang Mamit.

        Di sisi lain, tambah Mamit, perlu juga disiapkan insentif oleh pemerintah untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) di masing-masing lapangan di tengah anjloknya harga minyak. Agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Jangan sampai terjadi penghentian produksi karena dampak juga besar. Apalagi mayoritas sumur minyak sudah tua yang memerlukan biaya besar jika diaktifkan lagi.

        Opsi lain, pemerintah merelakan untuk mengurangi jatah bagi hasil dari penerimaan pajak negara bukan pajak dari K3S sehingga akan meringankan beban bisnis K3S.

        Sebelumnya, dalam sebuah diskusi, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut, harga minyak saat ini adalah bottom maka bisa dikatakan ini sebuah proses untuk melakukan balancing dengan energi baru terbarukan. Di sisi lain, untuk dapat menjaga bisnis hulu migas tetap survive, harga minyak mentah yang pas yaitu di angka 20 dolar AS per barel.

        "Suatu perusahaan migas tidak dapat langsung menurunkan/menghentikan produksi migas di saat harga minyak turun. Karena akan sulit untuk mulai menjalankan operasionalnya lagi. Angka realisasi produksi minyak Indonesia di triwulan 1 yaitu 728 ribu barel per hari,” ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: