Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Eks Pemimpin KPK Sebut Jokowi Diskriminatif Karena...

        Eks Pemimpin KPK Sebut Jokowi Diskriminatif Karena... Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan/Pool
        Warta Ekonomi -

        Mantan pimpinan KPK Busyro Muqodas menyebut sikap Presiden Joko Widodo diskriminatif dalam menyikapi perkara penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Padahal, sudah banyak pegiat antikorupsi memberikan masukan supaya kasus tersebut terbuka seluas-luasnya.

        "Di rezim Jokowi ada indikator ultra-diskriminatif atau sikap Presiden yang diskriminatif dalam kasus teror terhadap Novel Baswedan," kata Busyro, belum lama ini.

        Baca Juga: Presiden Jokowi Tak Mungkin Intervensi Kasus Novel Karena...

        Menurut Busyro, hingga saat ini Jokowi tidak merespons permintaan masyarakat sipil untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen. Justru mengamini tim pencari fakta yang notabene dibentuk oleh Polri.

        "Isi pernyataan itu adalah memohon kepada Jokowi untuk bentuk TGPF independen terdiri dari {olri KPK Komnas HAM dan unsur masyarakat sipil atas desakan kami unsur masyarakat sipil apa sikap Presiden sampai saat ini nihil besar," kata Busyro.

        Apalagi, lanjut Busyro, ada banyak kejanggalan dalam proses peradilan kasus Novel. Dua terdakwa adalah anggota Polri, disidik oleh anggota Polri, dan dibela serta dicarikan pengacara oleh tim Polri. Sementara Presiden dianggap masih saja tutup mata.

        "Ada kejanggalan dalam peradilan sekarang terdakwa anggota aktif Polri, disidik Polri, dibela, dicarikan pembela dan unsur pembela dari Polri. Nalar hukum seperti apa apakah ini nalar hukum Pancasila? Polri yang proses, Polri yang sediakan pengacara," kata Buayro yang juga Ketua PP Muhammadiyah.

        Tak hanya itu, Busyro juga menilai terdapat kejanggalan besar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yaitu barang bukti yang berubah yakni dari air keras menjadi air aki lalu saksi kunci yang tidak diperiksa bahkan ada pembuktian yang dipaksakan.

        "Hasil Komnas HAM dicampakkan dan berujung pada tuntutan JPU hanya 1 tahun dengan catatan jaksa ini wakil negara di bawah jagung dan jagung di bawah Presiden," kata dia lagi.

        Busyro menyimpulkan dari kejanggalan tersebut, kasus teror terhadap para pegawai di KPK serta kasus yang menimpa Novel Naswedan adalah indikator dominannya oligarki bisnis dan politik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: