Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Asli Irasional, 7 Alasan Perppu Reformasi Keuangan Gak Masuk Akal

        Asli Irasional, 7 Alasan Perppu Reformasi Keuangan Gak Masuk Akal Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wacana pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Keuangan dinilai tidak masuk akal dan tidak diperlukan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

        Perppu yang ditujukan untuk mengantisipasi tekanan krisis yang lebih berat akibat wabah Covid-19, digadang-gadang akan merombak struktur dan wewenang otoritas keuangan, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

        Ekonom Indef Drajad H Wibowo membeberkan, setidaknya ada tujuh alasan yang membuat pemerintah tidak perlu mengeluarkan Perppu Reformasi. Pertama, tidak ada satu negara manapun di dunia yang mengubah struktur dan sistem moneter dan keuangannya saat pandemi Covid-19.

        Baca Juga: BI-OJK-LPS Mau Merger, Tolong Jangan Gegabah!

        "Karena itu kalau Indonesia mau merombak, kita menjadi negara yang aneh. Di satu sisi kasus Covid-19 terus naik, ekonomi terancam resesi, tapi kita malah sibuk mau lakukan perombakan. Lagi pula pemerintah kan membanggakan anjloknya ekonomi kita jauh lebih baik dibanding negara lain, terus buat apa kita bongkar pasang?" ujar Drajad saat webinar Forum Diskusi Finansial bertajuk Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan di Jakarta, Selasa (1/9/2020).

        Alasan kedua, lanjut dia, negara yang ekonominya lebih jelek dari Indonesia, mereka tidak melakukan perombakan. Ketiga, perombakan ini bukan praktik internasional terbaik (international best practices).

        "Di tengah pandemi, strategi terbaik internasional itu strategi ganda, pertama menekan penularan Covid-19, dan kedua stimulus ekonomi kaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu. Ibaratnya kita sedang ada badai, lagi di dalam rumah, logikanya ketika terjadi badai enggak mungkin dong kita bongkar pasang rumah," jelas dia.

        Keempat, lanjut Drajad, apabila pemerintah kekeh menerbitkan Perppu, terkesan bahwa pemerintah sedang bingung dan panik dalam menghadapi dampak Covid-19.

        Kelima, independensi regulator keuangan adalah international best practices. Jadi kalau dirombak dengan menggergaji independensi, maka akan kembali ke zaman jahiliyah di mana BI tidak independen dan banyak sekali skandal.

        "Kita perlu ingat Indonesia sudah masuk wilayah demokrasi selama 20 tahun. Semua negara maju yang demokratis menjunjung tinggi independensi. Ratu Inggris pun tidak bisa mengintervensi kebijakan bank sentral, demikian juga di Amerika, Trump tidak bisa intervensi the Fed," ungkapnya.

        Menurutnya, independensi regulator moneter dan keuangan diberikan agar, baik publik maupun investor, percaya pada kebijakan moneter yang diambil berdasarkan ilmiah, bukan politik.

        "Walaupun saya politisi, tolong politik jangan masuk ke moneter dan keuangan. Jadi, saya mengimbau ekonom di pemerintah, tolong jangan berilusi seolah-olah independen ini dicabut dan diberikan ke Kemenkeu, otomatis ekonomi akan lebih baik. Kalau demikian, kenapa negara lain tidak lakukan itu," ucapnya.

        Keenam, Drajad menuturkan, bila tetap diterbitkan, Perppu ini akan menciptakan diktator fiskal, moneter, dan keuangan tanpa ada kontrol dari legislatif dan aparat hukum. "Fiskal sekarang 100% di pemerintah, kemudian moneter dan keuangan mau diambil juga?" tukasnya.

        Alasan terakhir, tambah Drajad, dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, bukan Perppu ini yang dibutuhkan, tapi penguatan regulator, perampingan penanganan bank bermaslaah dan memastikan kesediaan dananya.

        "Ketika hadapi krisis, penerimaan negara sering tidak bisa penuhi target, banyak shortfall dan negara tidak memiliki cukup banyak tabungan fiskal. Akhirnya ketika pandemi, semuanya ditabrak. Jadi, rencana Perppu ini tidak logis, kemudian mempunyai risiko tinggi dan tidak efektif," tutup mantan anggota DPR dari fraksi PAN ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: