Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nasib Perusahaan Milik Konglomerat Budi Hartono: Bos Djarum, Orang Terkaya Nomor 1

        Nasib Perusahaan Milik Konglomerat Budi Hartono: Bos Djarum, Orang Terkaya Nomor 1 Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Belasan tahun bertakhta, Robert Budi Hartono tak juga lengser dari statusnya sebagai konglomerat nomor satu di Indonesia. Forbes mencatat, total kekayaan Budi Hartono menembus US$17,3 miliar per Senin, 12 Oktober 2020. Jika dirupiahkan, harta kekayaan Budi Hartono mencapai Rp254,99 triliun.

        Baca Juga: Nasib Perusahaan Milik Prajogo Pangestu: Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya, Kompak Telan Pil Pahit

        Bukan rahasia umum lagi bahwa sumber kekayaan terbesar bagi Budi Hartono adalah investasinya di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Taipan bernama asli Oei Hwie Tjhong itu menguasai 13,55 miliar saham atau setara 54,94% saham BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan. Baca Juga: Merinding! Begini Nasib 9 Perusahaan Milik Konglomerat Mu'min Ali Gunawan Sang Bos Panin

        Asal tahu saja, BCA bukan satu-satunya ladang harta bagi Budi Hartono. Sebab, bos Djarum itu juga tercatat menguasai 26,46 miliar lembar atau 51,87% saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melalui PT Sapta Adhikari Investama (SAI). 

        Melihat fakta tersebut, menarik untuk mengetahui bagaimana performa dari dua perusahaan milik konglomerat Budi Hartono itu sepanjang semester I 2020. Satu bergerak di industri perbankan, satu lagi bergerak di industri telekomunikasi. Apakah kinerja keuangan keduanya tahan banting melawan Covid-19? Simak uraian berikut.

        Bank Central Asia (BCA)

        PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merupakan bank swasta terbesar di Tanah Air dan pertama kali melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 31 Mei 2000 silam. Kekuatan BCA turut diuji oleh adanya pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal tahun 2020 ini. Tak bisa benar-benar kebal terhadap virus corona, BCA harus merelakan laba bersih merosot sedalam 4,8% secara tahunan.

        Baca Juga: Nasib Bank Milik Konglomerat RI: Dari Hartono, Hary Tanoe, hingga Chairul Tanjung

        Melansir dari laporan keuangan perusahaan, laba bersih BCA pada semester I 2020 mencapai Rp12,24 triliun, sedangkan pada semester I 2019 angkanya menembus Rp12,86 triliun. Sejalan dengan itu, pendapatan bunga dan syariah bersih BCA tercatat naik 10,49% dari Rp24,50 triliun per Juni 2019 menjadi Rp27,07 triliun per Juni 2020.

        Pendapatan naik, beban operasional pun ikut terkerek sehingga keuntungan yang diraih pun ikut terpangkas. Secara tahunan, beban operasional BCA membengkak 3,8% dari Rp15,65 triliun menjadi Rp16,25 triliun. Di sisi lain, penurunan laba juga dipengaruhi oleh adanya pembentukan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp6,5 triliun sebagai langkah antisipasi potensi penurunan kualitas kredit.

        Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengakui bahwa pandemi Covid-19 memberi dampak negatif terhadap perlambatan aktivitas bisnis di hampir semua industri. Akibatnya, permintaan kredit pun menjadi lebih rendah, terutama pada periode Maret hingga Juni 2020. Meskipun begitu, BCA berhasil meningkatkan kredit sebesar 5,3% yoy menjadi Rp595,1 triliun pada Juni 2020. Kredit korporasi diakui menjadi penopang utamanya.

        Ia merincikan, sampai dengan Juni 2020, BCA membukukan kredit korporasi sebesar Rp257,9 triliun (+17,7%), kredit komersial dan UKM sebesar Rp184,6 triliun (-0,9%), KPR sebesar Rp91 triliun (+0,3%), dan kredit kendaraan bermotor sebesar Rp42,5 triliun (-11,9%).

        "BCA fokus mendukung nasabah untuk menghadapi kondisi perlambatan bisnis dengan memberikan restrukturisasi kredit secara selektif pada berbagai segmen. Selama bulan Maret sampai dengan Juni 2020, BCA memproses pengajuan restrukturisasi kredit sebesar Rp115 triliun atau sekitar 20% dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah," pungkasnya secara tertulis, dikutip Senin, 12 Oktober 2020.

        Ia menambahkan, total kredit yang telah selesai direstrukturasi selama enam bulan pertama tahun 2020 mencapai Rp69,3 triliun. Angka tersebut menyumbang porsi 12% dari total portofolio kredit. Ia optimis, kredit restrukturasi masih akan bertumbuh untuk ke depannya.

        "Kami melihat adanya kemungkinan peningkatan kredit yang direstrukturisasi hingga 20-30% dari total portofolio kredit, yang berasal dari 200.000 250.000 nasabah," sambungnya.

        Lebih lanjut, BCA juga tercatat berhasil menurunkan biaya dana pihak ketiga sehingga tekanan terhadap pendapatan bunga kotor dapat sedikit ditahan.

        "Pada semester pertama 2020, perseroan berhasil menurunkan biaya dana pihak ketiga sehingga membantu meringankan tekanan pada pendapatan bunga gross yang diakibatkan oleh peningkatan restrukturisasi kredit," katanya lagi.

        Sarana Menara Nusantara

        Berkebalikan dengan BCA, perusahaan milik Budi Hartono ini justru mendulang berkah besar-besaran selama pandemi berlangsung, dialah PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR). Bergerak di sektor telekomunikasi, TOWR mampu meraup laba bersih sebesar Rp1,32 triliun pada semester I 2020. Capaian tersebut tumbuh hingga 32,53% dari semester  I 2019 yang kala itu hanya Rp993,52 miliar. Baca Juga: Semester I 2020: XL Axiata Kalahkan Telkom

        Bersamaan dengan itu, pendapatan TOWR juga tumbuh subur. Jika pada Juni tahun lalu perusahaan mengantongi pendapatan sebesar Rp3,03 triliun, tahun ini angkanya melonjak 21,78% menjadi Rp3,69 triliun. Pendapatan terbesar disumbang oleh pihak ketiga, yakni mencapai Rp3,62 triliun, tumbuh positif dari tahun sebelumnya yang hanya Rp2,97 triliun. 

        Sementara itu, pendapatan dari pihak berelasi juga ikut mengalami perbaikan. Secara tahunan, kenaikan yang tercatat dari lini tersebut, yaitu dari Rp55,32 miliar pada semester I 2019 menjadi Rp66,32 miliar pada semester I 2020. 

        Pendapatan dari pelanggan pemilik operator angkanya juga membaik dari Rp2,63 triliun menjadi Rp3,17 triliun. PT Hutchison 3 Indonesia menyumbang porsi terbesar, yakni Rp1,19 triliun. Pelanggan berikutnya meliputi XL Axiata sebesar Rp1,08 triliun, Telkomsel sebesar Rp543,76 miliar, dan Indosat sebesar Rp357,90 miliar.

        Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan ikut membengkak dari yang sebelumnya Rp895,69 miliar menjadi Rp1,08 triliun. Begitu pun dengan penjualan dan pemasaran yang ikut membengkak dari Rp75,62 miliar menjadi Rp79,05 miliar. Beban umum dan administrasi melonjak secara tahunan dari Rp229,71 miliar menjadi Rp239,54 miliar.

        Sampai dengan Juni 2020, aset TOWR bertumbuh sebesar 23,21% menjadi Rp34,08 triliun. Aset tersebut terdiri atas aset lancar senilai Rp4,02 triliun dan aset tidak lancar sebesar Rp30,05 triliun. Pada periode tersebut pula, TOWR membukukan kas setara kas sebesar Rp1,36 triliun.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: