Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        La Nina Bawa Berkah Produktivitas, PPKS Kasih 4 Petuah ke Petani Sawit

        La Nina Bawa Berkah Produktivitas, PPKS Kasih 4 Petuah ke Petani Sawit Kredit Foto: Antara/FB Anggoro
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Memasuki kuartal IV-2020, anomali La Nina berpotensi memberi dampak bagi hampir seluruh wilayah di Indonesia. BMKG memprediksi, La Nina di Indonesia akan berlangsung selama beberapa bulan hingga dua tahun.

        Sementara itu, berdasarkan analisis Dasarian I Oktober, La Nina akan berlangsung hingga Mei 2021. Curah hujan bulanan akan meningkat signifikan pada Oktober hingga November mendatang. 

        Tidak hanya terhadap kegiatan manusia, sektor paling terdampak dari adanya fenomena ini yakni pertanian, termasuk perkebunan kelapa sawit. Bukan dampak negatif, adanya La Nina justru berdampak positif terhadap produksi kelapa sawit.

        Baca Juga: Dalam 15 Tahun, Cangkang Sawit Indonesia Ditampung Jepang

        Peneliti Agroklimat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Iput Pradiko mengatakan hal tersebut dikarenakan curah hujan yang tinggi cenderung dapat meningkatkan produktivitas sawit.

        "Kenaikan tidak serta merta. Biasanya dapat dirasakan minimal enam bulan dari sekarang atau bisa setahun," ungkap Iput.

        Berdasarkan data, diketahui peningkatan produksi dengan skala lingkup kebun 1.000 hektare dapat mencapai 15 persen. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari umur sawit, yang jika didominasi tanaman usia muda (sangat produktif), maka tingkat kenaikan produksinya juga akan tinggi. Untuk skala regional seperti Riau, kenaikan produksi dapat mencapai 3–5 persen bergantung kemiringan dan kondisi tanah.

        Terkait fenomena tersebut, PPKS menyarankan empat hal yang perlu dilakukan petani sawit dalam memanfaatkan curah hujan yang tinggi untuk meningkatkan produktivitas sawit. Pertama, tindakan kultur teknis yang harus diselesaikan sebelum musim hujan yang sangat basah (>300 mm per bulan) terjadi, yaitu penunasan sesuai standar, pemupukan segera pada awal musim hujan sebelumnya yang dimulai Maret dan dapat dipercepat menjadi Februari, perawatan penutup tanah yang optimal untuk meminimalkan erosi, dan pemantauan dini terhadap serangan hama dan penyakit (early warning system).

        "Penunasan pelepah harus segera mungkin. Kalau tidak bunga dan tandan buah akan busuk," terang Iput.

        Kedua, mengoptimalkan penampungan air hujan pada rorak, parit diskontinu, kolam penampung, embung, dan penampung air alami seperti danau buatan (water catchment area). Selain itu, pada areal yang sering tergenang, diusahakan segera merevitalisasi saluran drainase yang ada agar tidak terjadi banjir.

        Ketiga, persiapkan prasarana jalan seperti main road dan collection road agar tidak licin dan rusak pada musim hujan. Prasarana panen seperti jalan panen, tangga panen, jembatan panen juga harus dipastikan dalam kondisi baik.

        "Jalan terutama akses ke kebun harus diperbaiki sebelum curah hujan tinggi. Nanti susah mengeluarkan buah dari kebun," kata Iput.

        Keempat, penyesuaian rotasi panen, karena umumnya akan terjadi panen raya pada musim-musim tersebut. Panen tepat dan bersih harus dilakukan, jangan sampai brondolan tidak terkutip serta diharapkan rentan di lapangan dapat diminimalisasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: