Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        UMKM Dapat Berkah dari Work From Bali? Ekonom: Harapan yang Sulit

        UMKM Dapat Berkah dari Work From Bali? Ekonom: Harapan yang Sulit Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi -

        Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, melihat rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja dari Bali tidak sesuai dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021.

        “Ini bukan kebijakan yang pas. Pemerintah masih kesulitan untuk mengatur defisit APBN yang lebar, sehingga perjalanan dinas selayaknya dipangkas,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, Jumat (21/5). Baca Juga: Dear Pak Luhut, Bisa Dibayangkan Babak Belurnya Bali Saat Ini Tanpa Asing

        Bhima mengatakan, dalam struktur belanja perjalanan dinas terdapat alokasi uang saku untuk ASN. Berdasarkan data kuartal I tahun 2021, realisasi anggaran perjalanan dinas dan pertemuan atau rapat tercatat sebesar Rp 3,1 triliun atau turun 35,6 persen secara year on yearBaca Juga: Kebijakan Sri Mulyani dan Luhut Bertolak Belakang, PDIP: Jangan Dibenturkan!

        Jika melihat dampaknya, Bhima ragu penyerapan anggaran perjalanan dinas ASN ini bisa sampai ke masyarakat. Ia menduga uang itu hanya berputar ke lingkaran pemerintah. 

        Apalagi, pemerintah umumnya menggunakan akomodasi hotel bintang tiga ke atas sehingga penyerapan ke sektor usaha kecil, termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) akan minim.

        “Sulit mengharapkan UMKM ikut mendapatkan efek belanja perjalanan dinas tersebut,” katanya.

        Untuk memulihkan pariwisata Pulau Dewata, Bhima menyarankan, alokasi anggaran perjalanan dinas yang masih tersisa diberikan secara langsung dalam bentuk bantuan subsidi upah ke pekerja pariwisata atau stimulus ke pengusaha yang terdampak.

        Selain soal anggaran, Bhima menilai, WFB, tak sejalan dengan misi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mendorong transformasi pekerjaan secara digital di era pandemi.

        “Kenapa pemerintah malah kembali ke cara-cara bekerja secara konvensional? Bukannya pemerintah juga bisa terapkan rapat lewat platform digital? Ini tidak konsisten,” tegasnya.

        Sementara, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, kebijakan WFB bisa dipandang menjadi bentuk insentif bagi pelaku wisata yang terdampak pandemi karena Bali merupakan salah satu wilayah yang babak belur dihantam badai pandemi Covid-19.

        Namun, Faisal khawatir kebijakan tersebut akan berdampak pada makin panjangnya penyebaran pandemi Covid-19. Jika pegawai yang berasal dari zona merah melakukan WFB, virus Corona malah menyebar luas di Pulau Dewata.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: