Dialami 1 Orang Tiap 18 Menit, Begini Cara Mendeteksi dan Penanganan Pecah Pembuluh Darah Otak
Aneurisma otak menjadi salah satu pembunuh paling mematikan dalam dunia medis dan kesehatan. Diperkirakan 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya, akibat penyakit ini.
Aneurisma otak merupakan kondisi di mana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
Jika aneurisma ini pecah dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.
Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check-up secara rutin. Beberapa orang terkenal pernah mengalami pecah aneurisma otak diantaranya, Sharon Stone, Emilia Clarke (pemeran Game of Throne), Dr. Dre, Neil Young.
Dampaknya pun bisa dibilang tidak ringan. Aneurisma memang tidak selalu berujung pada kematian. Namun kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga.
Kecacatan, perawatan, tenaga, dan biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderita aneurisma otak.
Itu sebabnya, pada tahun 2021 ini, Brain Aneurysm Awareness Month yang jatuh setiap bulan September setiap tahunnya, mengangkat tema ‘Raising Awareness, Supporting Survivors, Saving Lives’.
Selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak ini, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini.
"Melakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah” jelas dr. Abrar Arham, SpBS.
Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON), saat ini menangani kurang lebih 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya. Penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya.
Disamping itu diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik.
Penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma).
Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali kita membutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini.
Lebih lanjut dr. Abrar menjelaskan, Aneurisma, adalah membesarnya atau menggelembungnya pembuluh darah di otak. Kondisi ini disebabkan oleh melemahnya dinding pembuluh darah di otak. Adapun risiko penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti; Hipertensi, Usia > 40 tahun, perempuan, merokok, dan faktor genetik.
Adapun gejala yang dialami penderita Aneurisma antara lain; nyeri di sekitar mata, mati rasa di salah satu sisi wajah, pusing dan sakit kepala, kesulitan berbicara, keseimbangan terganggu, sulit berkonsentrasi atau memiliki daya ingat yang lemah, dan gangguan penglihatan atau melihat ganda.
Selanjutnya, gejala pecahnya aneurisma; penglihatan terganggu, mual dan muntah, kehilangan kesadaran, kejang, sulit berbicara, dan lumpuh atau kelemahan pada tungkai atau salah satu sisi tubuh.
Angiografi otak, untuk memastikan ada tidaknya kelainan di pembuluh darah otak, termasuk mendeteksi aneurisma otak. Angiografi bisa dilakukan dengan CT scan (CTA) atau dengan MRI (MRA).
Pemeriksaan penunjang MRI diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya aneurisma otak. Dan CT scan, untuk memastikan ada tidaknya perdarahan di otak akibat pecah atau bocornya aneurisma otak.
Dokter Abrar juga memaparkan teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk tatalaksana aneurisma ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi (hingga 95%). Metode ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang.
Adapun keunggulan teknologi ini adalah; prosedur relatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien, dan tidak ada luka sayatan.
Dengan hadirnya Aneurysm Awareness Month ini, diharapkan masyarakat lebih aware akan penyakit ini dan mau melakukan pemeriksaan brain check-up secara rutin, sehingga kasus-kasus aneurisma otak di Indonesia dapat ditangani sebelum pecah dan membantu mencegah kecacatan dan kematian akibat penyakit ini.
Dallas Pratama, publik figur yang dikenal sebagai Aktor FTV pernah mengalami koma akibat pecahnya pembuluh darah otak bagian kiri atau aneurisma di tahun 2015. Aneurisma yang dideritanya kemungkinan disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau hipertensinya.
Dallas dalam akun instagramnya yang ditulis oleh istrinya, Kaditha Ayu, sudah mengalami perbaikan yang luar biasa setelah kondisi aneurismanya diatasi dengan tindakan coiling di RS PON.
Coiling merupakan tindakan memasukkan coil melalui akses pembuluh darah ke lokasi target, sehingga darah tidak lagi masuk ke dalam kantong aneurisma yang pecah tersebut. Dengan tindakan ini, diharapkan Dallas tidak akan kembali mengalami pecah pembuluh darah.
Kini Dallas sudah kembali pulih berkat tim RS PON yang menangani penyakitnya dengan baik. Bahkan sang istri juga menyatakan rasa terima kasihnya kepada dr. Abrar Arham, SpBS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat