WE Online, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perkembangan dan profil risiko di industri jasa keuangan (IJK) hingga awal November secara umum berada dalam kondisi yang normal.
Hasil itu didapat berdasarkan kesimpulan Rapat Bulanan Dewan Komisioner OJK yang digelar rutin pada minggu kedua setiap bulan untuk mengevaluasi perkembangan dan profil risiko di IJK.
"Pertumbuhan perekonomian domestik pada triwulan III sebesar 5,01% (yoy) disebabkan karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi yang melambat, sedangkan pertumbuhan belanja meningkat," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK Lucky FA Hadibrata dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
"Pertumbuhan ekonomi yang moderat itu mempengaruhi kredit perbankan per September yang tumbuh sebesar 13,16% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan Agustus sebesar 14,05% (yoy)," tambahnya.
Meski begitu, jelas Lucky, kualitas kredit perbankan September 2014 cukup baik tercermin dari rasio NPL gross sebesar 2,16% dan rasio NPL net 1,19%. Rasio NPL gross mengalami penurunan dari bulan sebelumnya (Agustus: 2,19%), sementara rasio NPL net mengalami peningkatan (Agustus: 1,17%).
"Rasio kredit kualitas rendah terhadap total kredit September 2014 sebesar 7,52%, menurun dibandingkan bulan sebelumnya (7,57%). Sementara rasio kredit kepada debitur inti September 2014 relatif stabil pada level 24,11%," tukasnya.
Sementara untuk perekonomian global, OJK melihat pemulihan ekonomi pada negara maju tetap berlanjut meskipun relatif belum solid dan merata. Efek rambatan dari normalisasi kebijakan AS terhadap negara-negara berkembang (emerging market) serta perlambatan ekonomi negara-negara berkembang perlu dicermati.
"Perbaikan ekonomi AS semakin solid sehingga The Fed pada akhir Oktober 2014 telah memutuskan penghentian quantitative easing. Keputusan The Fed tersebut tidak menimbulkan gejolak pasar keuangan emerging market karena sudah diperkirakan sebelumnya," terang Lucky.
Perkembangan perekonomian Tiongkok pada triwulan III tumbuh sebesar 7,3%, level terendah sejak 2009. Sedangkan, di Eropa pemulihan ekonomi masih menghadapi tantangan dan kehilangan momentum pertumbuhan sehingga masih memerlukan dukungan stimulus.
"Kemudian Jepang juga berpotensi melemah pertumbuhan ekonominya sebagai pengaruh kebijakan penerapan kenaikan pajak penjualan pada April 2014," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: