Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengamat Maritim: Setop Truk ODOL demi Keselamatan Pelayaran!

        Pengamat Maritim: Setop Truk ODOL demi Keselamatan Pelayaran! Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Upaya pemerintah untuk zero truk Over Dimension Over Loading (ODOL) di jalan raya Indonesia mendapat tanggapan serius dari pemilik truk dan supir. Bahkan, beberapa waktu lalu, ratusan supir truk di berbagai wilayah Indonesia melakukan demo menolak pemberlakuan zero ODOL awal tahun 2023.

        Meski begitu, kebijakan pemerintah itu mendapat tanggapan positif dari Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Pendiri dan Pengurus dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI). Menurutnya, rencana pemerintah untuk bebaskan Indonesia dari truk ODOL merupakan langkah yang tepat.

        Baca Juga: Carut Marut Jasa Pelayaran dan Logistik, Ketua ALFI Jatim: Parah...

        "Saya mendukung soal itu karena aturannya sebetulnya sudah dikeluarkan pada tahun 2009 atau sudah ada semenjak 13 tahun yang lalu. Karena selain dianggap menyumbang kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, serta kemacetan, truk ODOL bahkan menjadi penyebab kecelakaan yang memakan korban jiwa," kata Capt. Hakeng kepada media, Senin (28/02/2022).

        Patut dicatat juga, tegas Capt. Hakeng, beroperasinya truk ODOL selama ini yang dengan leluasa dapat naik serta diangkut oleh kapal-kapal penyeberangan (Ferry Roro), patut diduga menjadi salah satu penyebab atau malah menjadi penyebab utama banyaknya kecelakaan yang melibatkan kapal-kapal penyeberangan di seluruh Indonesia.

        Ditambahkan Capt. Hakeng, penindakan truk ODOL dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dalam Pasal 307 disebutkan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)."

        "Jadi, saya mendorong pemerintah untuk tidak mundur lagi dengan keputusan yang akan diterapkan terhadap truk ODOL. Itu semua demi tegaknya peraturan sesuai UU yang berlaku," tegasnya.

        Capt. Hakeng juga meminta ketegasan dari stakeholder pelabuhan supaya tidak mengizinkan kendaraan ODOL ketika hendak masuk ke pelabuhan penyeberangan dan menaiki Kapal Ferry roro. Sebab, kendaraan yang melebihi kapasitas akan memunculkan kerugian cukup besar.

        "Misalnya, menimbulkan kerusakan pintu untuk masuk kendaraan (ramp door) dan jembatan (mobile bridge) lebih cepat. Selain itu, daya tampung kapal ferry pun jadi berkurang disebabkan ada penambahan dimensi kendaraan," ucapnya.

        Sambung dia, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022 saja, terdapat beberapa peristiwa truk yang terguling ketika berada di dalam kapal Ferry roro. "Saya mengimbau pemilik truk ekspedisi untuk tidak mementingkan keuntungan bisnis belaka, tetapi juga keselamatan. Apabila kapal dimuati beban muatan truk yang tak sesuai dengan tonase yang ditentukan, akan membahayakan seluruh isi kapal dan kapal pun dapat rusak, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa," jelasnya.

        Pengamat Maritim yang pernah menjadi Nahkoda di atas Kapal-Kapal Super Tanker milik PT Pertamina ini pun meminta semua pihak menyadari, menaikkan kendaraan berat seperti truk ke dalam kapal ferry roro merupakan kegiatan yang penuh dengan risiko serta sangat berbahaya. Sebab, berat dan stabilitas kapal ferry menjadi tidak dapat dihitung dengan formula apapun (kapal menjadi tidak stabil).

        "Kita ketahui bersama bahwa perhitungan stabilitas kapal di mana kapal dapat mengapung dan berlayar di atas laut sangat tergantung dari seberapa tepat pengguna jasa melaporkan muatan yang diangkutnya kepada pihak kapal. Banyaknya kecelakaan yang terjadi selama ini, sering kali disebabkan oleh beban berlebih dari truk-truk ODOL tersebut," urainya.

        Selain itu, Capt. Hakeng juga menyoroti soal alasan operator mengenai waktu bongkar muat di pelabuhan yang singkat sehingga pihak pengelola tidak sempat melakukan pengecekan ke truk yang naik ke atas kapal serta melakukan lashing terhadap kendaraan tersebut. Padahal, hal itu tertera sebagaimana amanah PM 30 tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan Pada Kapal Angkutan Penyeberangan.

        "Karenanya, saya mengusulkan agar segera dibuat waktu sandar kapal yang ideal di tiap-tiap pelabuhan sehingga tidak ada lagi alasan para pihak tidak mengikuti peraturan yang telah ada. Sekali lagi terkait truk ODOL saya mengingatkan bagaimana operator di lapangan bisa mengikat truk ODOL jika ukuran kendaraannya saja sudah sangat berubah karena disesaki oleh muatan berlebih?" ujarnya.

        Berdasarkan pedoman IMO A.581(14), dan CSS Code, sambung Capt. Hakeng, semua kendaraan truk dan mobil dengan berat antara 3,5 ton s.d. 40 ton yang dinaikkan pada kapal ferry ro-ro harus benar-benar diikat dengan pengikat yang memiliki kekuatan yang tidak boleh kurang dari 100kN. Biasanya, pengikatan menggunakan rantai berdiameter 13 mm kelas 8.

        "Jadi, sekali lagi, saya sangat mendukung agar pemerintah menegakkan aturan zero truk ODOL. Bahkan, menimbang safety adalah aspek utama dalam pelayaran, saya mendorong agar penerapan aturan tersebut dapat lebih cepat dari awal tahun 2023, bila perlu semester dua tahun 2022 aturan tersebut sudah dapat dijalankan. Itu semua untuk memastikan kenyamanan, keamanan, keselamatan jiwa pengguna jalan raya dan pelayaran," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: