Setelah dua tahun tertunda, calon jemaah haji akhirnya dapat bergembira. Pasalnya, Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji optimistis dalam menyambut haji 2022.
Meskipun belum ada pernyataan resmi terkait kuota haji yang diberikan oleh Arab Saudi tahun ini, BPKH juga telah menyiapkan dana keberangkatan. Untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat BPKH menggelar acara “Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji” di Hotel Swiss Bell-in Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/4).
Hadir sebagai narasumber Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, Ketua Dewan Pengawas BPKH Yuslam Fauzi, Kepala Kantor Kemenag Kota Bogor Ramlan Rustandi dan dimoderatori oleh Nailah Raguan Aljufri.
Diah Pitaloka mengaku, hingga saat ini pihaknya masih mengkaji, terkait Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibebankan kepada jemaah ataupun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) secara keseluruhan.
"Hingga kini belum resmi ditetapkan dan masih dibahas di DPR, kurang lebih akan sama seperti tahun lalu dengan biaya riil Rp 70 juta dan dibayarkan calon jemaah Rp 35 juta dan sisa yang akan dibayarkan oleh BPKH melalui investasi yang selama ini dilakukan," ungkapnya kepada RM.id , Jumat (8/4).
Dia menjelaskan, dana jemaah haji dikelola oleh BPKH guna mengantisipasi nilai mata uang yang akan mengalami inflasi selama masa tunggu berlangsung. Menurutnya, investasti yang dilakukan BPKH harus sesuai prinsip syariah dan memiliki risiko sangat rendah.
"Mengenai kuota keberangkatan jemaah haji, saat ini kuota 100 persen adalah harapan dari DPR, namun apakah Kerajaan Saudi Arabia membuka kapasitas full akses untuk seluruh jemaah di dunia, hal ini akan berpengaruh pada kuota Indonesia terkait kebijakan dari KSA," papar Diah.
Yuslam Fauzi menerangkan, sebagai lembaga yang melaksanakan tugas Pengelolaan Keuangan Haji, BPKH bersama juga menjalankan fungsi pengawasan. Pengawasan keuangan haji memberikan penialian atas rencana strategis, rencana kerja dan anggaran tahunan pengelolaan keuangan haji.
Pemantauan serta memberikan pertimbangan terhadap laporan pertanggungjawaban sebelum ditetapkan menjadi laporan BPKH.
Kendati demikian, Yuslam menyebut ada tantangan utama yang dihadapi BPKH. Pengelolaan keuangan haji saat ini, sambung dia, mengandung risiko sustainabilitas yang berpotensi memberatkan keuangan negara dimasa yang akan datang dan menyalahi prinsip syariah dan prinsip keadilan.
"Indikasi ini karena biaya haji per orang selama 5 tahun terakhir relatif tidak mengalami kenaikan sementara biaya riilnya terus meningkat cukup signifikan. Saat ini BPKH sesungguhnya tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas penyelenggaraan ibadah haji serta rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH," jelasnya.
Yuslam menambahkan, dalam pelaksanakan Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 dan peraturan turunannya, BPKH hanya berperan sebagai pengelola investasi dan kasir pemerintah Kementerian Agama untuk perhajian.
"Agar pengelolaan keuangan haji lebih optimal perlu dilakukan kajian kembali atau amandemen atas pertauran perundangan yang ada sehingga mengusulkan rumusan peraturan perundangan yang lebih jelas mengenai peran BPKH sehingga tujuan yang diamanahkan oleh Undang-undang bisa tercapai dengan baik," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: