Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pembangunan di Era SBY Dinilai Lebih Baik daripada Jokowi, Syarief Hasan Beberkan Datanya

        Pembangunan di Era SBY Dinilai Lebih Baik daripada Jokowi, Syarief Hasan Beberkan Datanya Kredit Foto: Antara/Rosa Panggabean
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan data pembangunan Indonesia secara makro di masa tiga presiden.

        Pemerintahan Jokowi hanya berhasil membangun jalan tol lebih panjang. Namun, pembangunan jalan secara keseluruhan jauh lebih pendek daripada presiden sebelumnya.

        Faktanya, Presiden Soeharto mampu membangun jalan sepanjang 374.196 km, kemudian di era Presiden SBY mencapai 144.825 km.

        Baca Juga: SBY Tegaskan Eksistensi AHY di Partai Demokrat, Herzaky Singgung Moeldoko: Ingin Merebut Paksa!

        Pembangunan jalan itu jauh lebih panjang ketimbang Presiden Jokowi yang hanya mampu membangun jalan sepanjang 32.492 km.

        Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada era Presiden Soeharto 7 persen, sedangkan di era SBY 6 persen.

        Di masa Presiden Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen. Artinya, prestasi Presiden Jokowi tidak lebih baik daripada kedua presiden sebelumnya.

        Jadi, sangat wajar di era Presiden SBY subsidi kebutuhan pokok rakyat lebih besar.

        Pada APBNP 2014, Presiden SBY mengalokasikan subsidi energi Rp 350,3 triliun dan nonenergi Rp 52,7 triliun.

        Sementara itu, di era Jokowi, dalam APBN 2022, subsidi energi hanya dianggarkan Rp 134 triliun dan nonenergi Rp 72,9 triliun.

        Menurut Syarief, begitu pula income per kapita. Laju, kenaikan income per kapita pada era Presiden Jokowi sangat lambat.

        Faktanya, pada 2004, pendapatan per kapita Indonesia hanya USD 1.181,6.

        Di akhir era Presiden SBY pada 2014, angkanya naik signifikan USD 2.349.4 menjadi USD 3.531. Jika dibandingkan dengan masa Presiden Jokowi, angkanya hanya naik USD 818,5 dari USD 3.531 pada 2015 menjadi USD 4.349,5 pada 2021.

        “Presiden Jokowi dan pembantunya masih memiliki waktu agar dapat fokus bekerja mengentaskan persoalan pokok rakyat,” ujar Syarief.

        Misalnya, kenaikan harga sembako, indeks demokrasi yang menurun, penegakan hukum yang terkesan tebang pilih, serta utang negara yang makin membengkak. Masih ada waktu untuk memperbaiki kualitas ekonomi, pengelolaan Utang, sosial, dan politik kebangsaan yang bergejolak.

        “Sungguh kasihan rakyat dan pemerintahan berikutnya yang akan mewarisi segudang persoalan,” tandas Menteri Koperasi dan UMKM di era Presiden SBY ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: