Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahas Kasus HAM Masa Lalu Bareng BEM Trisakti, Moeldoko Teladani Amanat Bung Karno

        Bahas Kasus HAM Masa Lalu Bareng BEM Trisakti, Moeldoko Teladani Amanat Bung Karno Kredit Foto: Instagram/Moeldoko
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kesediaan Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko untuk tidak sekadar menemui, melainkan memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai ‘pekerjaan rumah’ negara berupa penyelesaian persoalan HAM di masa lalu, mendapatkan apresiasi kalangan muda.

        Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) menilai hal tersebut merupakan bukti bahwa Moeldoko meneladani dan menjalankan amanat proklamator RI, Bung Karno.  Baca Juga: Bocoran Pengganti Anies Baswedan, Ada Anak Buah Moeldoko

        “Bagi AMMI, sikap Pak Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah,” kata Ketua AMMI, Nurkhasanah, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/5/2022).

        Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut Nurkhasanah, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!” (“Djas Merah") tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.

        Baca Juga: Gugatan Moeldoko Cs Kembali Ditolak, Anak Buah Mas AHY Nggak Main-main: Berkah Bulan Ramadan!

        Menurut Nurkhasanah, sikap Moeldoko tersebut sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan. “Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Pak Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini. Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya,”kata Nurkhasanah, menambahkan.

        Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu. 

        “Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak,”kata Nurkhasanah. 

        Moeldoko, kata Nurkhasanah, bahkan dengan sabar menjelaskan bahwa untuk penyelesaian secara yudisial akan digunakan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat baru (terjadi setelah diberlakukannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).  Sedangkan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu (terjadi sebelum November 2000), akan diprioritaskan dengan penyelesaian melalui pendekatan non yudisial, seperti melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

        “Itu jelas memberikan perspektif baru kepada teman-teman BEM Trisakti,”kata Nurkhasanah. 

        Pada intinya, Nurkhasanah melihat bahwa KSP Moeldoko bisa menempatkan persoalan sensitif bangsa tersebut secara proporsional. “Beliau bisa mendudukkan persoalan yang sangat peka itu pada koridor yang pas, demi hal yang terbaik, yakni kemaslahatan seluruh bangsa,” kata dia.   

        Sebagaimana diberitakan banyak media arus utama, pada Rabu (18/5) lalu KSP Moeldoko menemui perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti di Gedung Bina Graha. Bersama para pimpinan mahasiswa tersebut Moeldoko membahas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. 

        Saat itu Presiden BEM Universitas Trisakti, Fauzan Raisal Misri, mempertanyakan  upaya pemerintah dalam menyelesaikan persoalan HAM, baik yang terjadi pada mahasiswa Trisakti, atau pelanggaran HAM lainnya. Fauzan dkk merasa bahwa beberapa isu terkait persoalan HAM, belum tuntas, terutama yang terjadi pada 12 Mei 1998. Ia menyebut soal keberlanjutan kesejahteraan keluarga korban, gelar pahlawan untuk pejuang reformasi, dan pengadilan untuk pelaku pelanggar HAM pada 1998.

        Pada sesi dialog, menanggapi para mahasiswa, Moeldoko memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam, dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas. 

        "Kasus Trisakti 1998 masuk kategori pelanggaran HAM berat masa lalu, yang idealnya diselesaikan melalui mekanisme non yudisial," kata Moeldoko, setelah menguraikan banyak informasi yang membuka lebih luas cakrawala para mahasiswa. 

        Saat itu Panglima TNI 2013-2015 itu juga menjelaskan bahwa  pemerintah tetap mengupayakan agar para korban tetap mendapatkan bantuan dan pemulihan dari negara. Untuk itu, pada 12 Mei  lalu, Menteri BUMN memberikan bantuan perumahan kepada empat keluarga korban Trisakti. "Ini bentuk kepedulian dan kehadiran negara di hadapan korban," kata Moeldoko.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: