Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Peringatan Keras Jokowi Terkait Politik Identitas di Pilpres 2024 Perlu Diperhatikan Elite Parpol

        Peringatan Keras Jokowi Terkait Politik Identitas di Pilpres 2024 Perlu Diperhatikan Elite Parpol Kredit Foto: Djati Waluyo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan peringatan keras kepada peserta Pemilu 2024 agar ke depan tidak menggunakan politik identitas, politisasi agama hingga polarisasi sosial untuk kepentingan pribadi karena akan memecah belah anak bangsa

        Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat membacakan pidato pembukaan sidang tahunan bersama MPR, DPR dan DPD RI pada, Selasa (16/8) kemarin. 

        Kepala negara berharap semua pihak mendukung tahapan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU, dan seiring proses tahapan itu masyarakat tidak lagi berdebat dan mempersoalkan politik identitas pada Pemilu mendatang. 

        Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Direktur Eksekutif Indonesian Muslim Crisis Center (IMC2) Robi Sugara mendukung sikap tegas Presiden Jokowi terhadap politik identitas yang berpotensi menciptakan polarisasi di tengah masyarakat. 

        Menurut Robi Sugara, politik identitas telah menciptakan polarisasi sosial yang memiliki kekuatan untuk merusak tiang-tiang kebangsaan. Hal ini terlihat saat Pilpres 2019 dan Pilkada yang berlangsung kemarin, dimana masyarakat dipecah menjadi dua kelompok dan saling menyalahkan.

        “Dalam hal politik, fakta Pilkada dan Pilpres kemarin bahwa politik identitas dan politisasi agama ternyata meningkatkan partisipasi pemilih. Bahkan, politik identitas atau politisasi agama itu diaktifasi oleh partai politik. Jadi pesan Jokowi harus diarahkan ke sejumlah partai politik,” kata Robi, Kamis (18/8). 

        Robi yang juga dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut, pidato sidang tahunan yang disampaikan presiden ini dimaksudkan agar Pilpres atau Pemilu 2024 tidak lagi ada yang menggunakan politik identitas dan polarisasi agama, karena hal tersebut sangat fatal dan mengakibatkan konflik berkepanjangan antar anak bangsa. 

        “Pidato Jokowi harus direspon oleh KPU untuk menekan partai politik yang kemudian terbukti menggunakan itu dalam menarik pemilih, harus bisa didiskualifikasi,” tegasnya.

        Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Dr. Heri Budianto mengatakan, ketegasan yang disampaikan oleh presiden harus dilakukan oleh para politisi dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Pasalnya, luka Pilpres 2014 dan 2019 masih terasa hingga saat ini dimana masyarakat dibelah menjadi dua, yakni Pancasila dan tidak Pancasila atau cebong dan kampret.

        “Apa yang disampaikan presiden itu adalah satu hal yang harus dilakukan, cukup kita dengan dua kali Pilpres 2014 dan 2019 polarisasinya begitu terasa, dan ini harus dilakukan,” kata Heri Budianto saat dihubungi, Kamis (18/8).

        Dikatakan akademisi yang akrab disapa Herbud itu, hasil dari politisasi agama dan politik identitas masih terasa hingga saat ini. Artinya, isu-isu agama masih menjadi senjata ampuh para politisi karbitan sehingga presiden harus menyampaikan hal tersebut karena mengetahui polarisasi-polarisasi seperti itu masih digunakan. 

        “Kalau pertanyaannya apakah sudah terasa, kan pasca 2019 sampai hari ini soal isu agama itu tidak hilang sepenuhnya, artinya apa yang disampaikan oleh presiden berarti memang kondisi itu masih ada, bahkan presiden menyampaikan jangan sampai digunakan,” ujarnya. 

        Menurut Herbud, untuk menghindari terjadinya politisasi agama dan politik identitas harus ada fakta politik yang tidak mengusung pasangan calon presiden hanya dua pasangan, tetapi lebih dari itu karena dua pasangan sangat berpotensi membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat. 

        “Aspek realitas politik harus ada semacam fakta politik itu tidak dua pasang ya, artinya harus lebih kalau dua pasang maka peluang untuk terjadi itu sangat besar, maka harus lebih dari dua pasang untuk menghindari itu, tiga atau empat itu dari aspek politik ya,” ucapnya.

        Herbud pun menyarankan agar seluruh Pemerintah di bawah kepemimpinan presiden baik itu menteri dan jajarannya sampai kepala-kepala daerah harus mewaspadai dan melaksanakan apa yang menjadi arahan daripada presiden untuk melakukan satu gerak langkah, dan memastikan apa yang disampaikan oleh presiden ini bisa terbukti dan berjalan dengan baik.

        “Dari aspek kenegaraan seluruh lembaga tinggi, negara harus betul-betul menjalankan ini dan melaksanakan ini secara serius, DPR DPRD kemudian MPR, DPD RI kemudian juga para tentara nasional Indonesia dan lain sebagainya itu harus melaksanakan,” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: