Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hambatan Nontarif Batasi Industri Makanan Minuman

        Hambatan Nontarif Batasi Industri Makanan Minuman Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penerapan berbagai kebijakan hambatan nontarif (non-tariff measures) dinilai akan menghambat potensi pertumbuhan industri makanan dan minuman.

        “Pertumbuhan industri makanan minuman perlu didorong dengan kebijakan yang supportive dan fokus pada ketersediaan bahan baku,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran di Jakarta, kemarin.

        Ada beragam jenis kebijakan non-tarif, seperti kuota impor, sanitary and phytosanitary, persyaratan teknis, inspeksi pra-pengiriman, atau karantina. Dari 2015 hingga 2021, jumlah kebijakan nontarif telah bertambah 26%.

        Produk makanan dan minuman paling banyak diatur oleh kebijakan nontarif dibanding produk lainnya.  Penelitian CIPS menyebutkan, hambatan nontarif akan melemahkan daya saing industri pengolahan makanan dan minuman karena biaya bahan baku menjadi lebih mahal karena menambah biaya pemenuhan persyaratan, seperti ketentuan label, pengemasan, atau sertifikasi.

        Selain itu, hambatan nontarif meningkatkan biaya prosedur, termasuk karena keharusan inspeksi pra pengiriman di pelabuhan asal.  Beberapa komoditas bahkan memiliki tambahan persyaratan. Contohnya, dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 3 Tahun 2021, impor bahan baku gula hanya diberikan untuk pabrik gula baru yang didirikan tahun 2010 dan tahun-tahun berikutnya.

        “Kenyataannya kebanyakan pabrik gula di Indonesia sudah berusia lebih dari 100 tahun sehingga tidak dapat memanfaatkan fasilitas tersebut dan menjadi kesulitan bahan baku,”tambahnya.

        Untuk itu, sambungnya pemerintah perlu meninjau ulang Regulatory Impact Assessment (RIA) dan tinjauan secara berkala terhadap seluruh kebijakan non-tarif, baik yang direncanakan maupun yang sudah berjalan. Langkah ini sesuai dengan pedoman komitmen ASEAN terhadap kebijakan non-tarif. 

        Berdasarkan catatan, pertumbuhan industri makanan dan minuman di triwulan III-2022 mencapai 3,57%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat 3,49%. Pada periode yang sama, industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 37,82% terhadap PDB industri pengolahan non-migas dan menjadi sub sektor dengan kontribusi PDB terbesar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Boyke P. Siregar

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: