Duh, Sistem Pertahanan Udara di Georgia Minta Dibalikin Lagi ke Ukraina Gara-gara...
Georgia menolak untuk menyerahkan kembali persenjataan yang dipasok Kiev di tengah konflik dengan Rusia, klaim kuasa usaha Ukraina.
Andrey Kasyanov mengangkat masalah ini dalam sebuah artikel yang ditulis untuk surat kabar Yevropeyskaya Pravda (European Truth), yang diterbitkan pada Senin.
Baca Juga: Heran, Serangan Mematikan Rusia Diklaim Ukraina Enggak Ada Korban Tewas
“Pihak Ukraina konsisten dalam permintaannya kepada semua mitra internasionalnya, termasuk Georgia, untuk penyediaan senjata, peralatan militer, dan amunisi,” tulis Kasyanov.
“Yaitu, Kiev telah meminta untuk menyerahkan kembali sistem Buk [anti-pesawat], yang dipindahkan oleh Ukraina ke Georgia selama perang 2008," imbuhnya.
Menurut Kasyanov, selain sistem Buk, Ukraina juga meminta Georgia untuk menyediakan peluncur anti-tank Javelin buatan AS.
Transfer potensial tidak hanya "disetujui oleh AS", tetapi Tbilisi juga telah menerima tawaran dari Washington untuk mengganti stok Javelin "dengan sistem yang lebih baru", klaim diplomat itu.
“Terlepas dari kenyataan bahwa pemerintah Georgia dengan tegas menolak untuk memberikan bantuan militer, Ukraina menentang penggunaan masalah ini dalam perselisihan politik internal dan menolak setiap tuduhan upaya untuk menarik Georgia ke dalam perang dengan Rusia,” tambah Kasyanov, menolak panggilan berulang kali di Tbilisi. untuk membuka "front kedua" melawan Moskow, yang disuarakan oleh pejabat tinggi Ukraina.
Salah satu seruan tersebut dilakukan di awal konflik Rusia-Ukraina oleh Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Alexey Danilov, yang menuduh Georgia "berperilaku tidak tepat," dan mengatakan potensi konflik baru atas Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang memisahkan diri dari Tbilisi pada 1990-an dan diakui sebagai negara merdeka oleh Rusia setelah perang 2008, “pasti akan membantu kami.”
Georgia telah mengambil sikap netral dalam permusuhan antara Rusia dan Ukraina, menahan diri untuk tidak bergabung dengan sanksi Barat serta menolak seruan Kiev untuk membuka front baru melawan Moskow di Kaukasus Selatan.
Perdana Menteri Georgia Irakly Garibashvili, serta pejabat tinggi lainnya, mengatakan langkah seperti itu hanya akan merugikan negara dan bertentangan dengan kepentingan nasional Georgia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto