Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonom: Buruknya Tata Kelola Hilirisasi Jadi Penyebab Terjadinya Ekspor Nikel Ilegal

        Ekonom: Buruknya Tata Kelola Hilirisasi Jadi Penyebab Terjadinya Ekspor Nikel Ilegal Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, buruknya tata kelola hilirisasi menjadi penyebab terjadinya ekspor bijih nikel ilegal ke China.

        Achmad menyebut bahwa kondisi tersebut harusnya dapat membuka mata pemerintah untuk dapat melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan hilirisasi, terutama tata kelola dan sistem pengawasan sektor pertambangan.

        "Buruknya tata kelola hilirisasi telah merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional. Perbaikan tata kelola industri tambang menjadi syarat mutlak yang harus segera dilakukan seiring gencarnya upaya pemerintah mengembangkan hilirisasi industri tambang belakangan ini," ujar Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (5/7/2023).

        Baca Juga: Ekspor Ilegal Nikel ke China Perlu Investigasi Lanjut, Semua Ekspor Nikel ke China Harus Distop Dulu 

        Achmad mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara yang paling banyak dirugikan oleh praktik aliran dana tak wajar yang umum terjadi di sektor ekspor ilegal barang tambang.  

        Pada periode 2008-2017, nilai rata-rata aliran dana mencurigakan di sektor pertambangan mencapai US$43 miliar, yang berarti Indonesia berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp610,09 triliun dalam bentuk kehilangan pendapatan pajak dan pos penerimaan lainnya.

        Permasalahan tersebut tidak mungkin sekadar salah mencatat code HS02604 antara Bea Cukai Indonesia dan China.

        Menurutnya, tata kelola hiliriasasi yang buruk tampak, selain dari kebocoran ekspor ilegal nikel oleh produsen nikel, juga terlihat dari proses pengawasan oleh pihak surveyors. Persoalan pengukuran kadar menjadi permainan kebijakan hilirisasi.

        "Tata kelola buruk memberikan insentif bagi surveyors, produsen, dan eksportir ilegal bermain ekspor ilegal. Perbedaan pengukuran kadar bijih nikel antara penambang di hulu dan pengusaha smelter di hilir adalah permainan para surveyors. Pengusaha smelter kerap menetapkan kadar yang lebih rendah dibandingkan di hulu," ujarnya.

        Lanjutnya, kebijakan hilirisasi nikel yang gencar dikampanyekan pemerintah saat ini lebih banyak menguntungkan eksportir ilegal dan pemain industri smelter di negara lain, khususnya China. 

        Hilirisasi tambang justru tidak diiringi dengan industrialisasi di dalam negeri yang bisa memperkuat struktur industri nasional dari hulu ke hilir, sebagai contoh 100 persen ekspor ferro-nickel dan nickel pig iron Indonesia pada 2022 adalah ke China.

        "Bukannya Indonesia pakai untuk mendukung dan memperkokoh struktur industri dalam negeri, melainkan malah dikirim untuk mendukung industrialisasi di China," ucapnya. 

        Lebih lanjut, ia melihat bahwa kebijakan hilirisasi juga diperparah dengan kebijakan pemerintah yang mengizinkan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dari China.

        "Tidak hanya untuk tenaga ahli, tetapi juga untuk pekerja kasar, seperti petugas keamanan, pengemudi, koki, pekerja bongkar-muat, dan manajer gudang. Ini menunjukan bahwa tata kelola hilirisasi sudah sangat buruk dan tidak boleh terus dibiarkan!" tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: