Menjelang dua tahun pasca-merger, Pelindo sukses menorehkan berbagai catatan kinerja perseroan yang apik dan berkontribusi positif terhadap penurunan biaya logistik nasional.
Indonesia sudah cukup lama terjerat dalam persoalan mahalnya biaya logistik nasional. Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2018, biaya logistik di Indonesia mencapai 23 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut melemahkan daya saing Indonesia dibandingkan sejumlah negara lain, misalnya negara tetangga Malaysia, Singapura, Thailand, hingga Vietnam.
Sektor logistik mendapat angin segar ketika pada akhir tahun 2021 lalu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk melakukan penggabungan empat perusahaan di sektor pelabuhan menjadi satu entitas yakni PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Sejak saat itu biaya logistik nasional terus mengalami penurunan.
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat biaya logistik nasional mengalami penurunan menjadi sebesar 14,29 persen terhadap PDB pada tahun 2022 lalu.
Baca Juga: Pertamina dan Pelindo Bersinergi, Siap Bersama Turun Kembangkan JIGT
Kemudian Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa pada tahun 2023 ini biaya logistik nasional kembali turun ke angka 11 persen terhadap PDB. Menteri Erick memastikan penurunan ongkos logistik nasional tersebut tidak lepas dari kontribusi positif merger Pelindo.
“BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat (perusahaan) menjadi satu. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen (terhadap PDB), sekarang menjadi 11 persen," katanya dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Agustus lalu.
Memang, penurunan biaya logistik nasional sekaligus peningkatan daya saing menjadi salah satu tujuan besar dari aksi merger Pelindo. Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono mengatakan aksi merger Pelindo merupakan amanah pemegang saham yakni Kementerian BUMN dan juga mimpi terpendam Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2014 silam.
Arif Suhartono mengakui tak mudah untuk menggabungkan empat entitas berbeda menjadi satu Pelindo. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kesenjangan kapabilitas (capability gap) antara keempat perusahaan sehingga menghasilkan kualitas layanan dan performa yang berbeda-beda. Oleh karena itu, salah satu pekerjaan awal yang harus dituntaskan pasca-merger adalah melakukan standardisasi pelayanan pelabuhan.
“Tantangannya adalah kapabilitas dari Pelindo I, II, III, dan IV berbeda-beda. Mulai dari sisi kredibilitas, pengalaman, keuangan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas layanan dan kinerja yang berbeda-beda,” katanya dikutip Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Berdasarkan kinerja port stay pada tahun 2019, masa lama bongkar muat pelabuhan di Pelindo I, II, III, dan IV sangat bervariasi. Beberapa pelabuhan ada yang mencatatkan kinerja port stay selama satu hari, tetapi ada juga yang mencapai tiga hari lebih.
Sebagai contoh, kinerja port stay Pelabuhan Makassar pada tahun 2019 tercatat selama 1,5 hari, Pelabuhan Sorong selama dua hari, dan Pelabuhan Belawan selama tiga hari. Padahal, ketiga pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan hub utama dan menjadi bagian dari rute pendulum maupun rute internasional.
Arif Suhartono mengatakan dampak negatif dari kesenjangan kapabilitas dan kinerja tersebut adalah kenaikan biaya logistik. Ia menjelaskan waktu sandar pelabuhan yang terlalu lama akan memaksa kapal untuk terus menghidupkan mesin. Belum lagi, kapal akan kehilangan waktu berlayar (sailing) untuk membawa barang.
Kinerja port stay yang buruk juga memberi dampak negatif ke pelabuhan. Hal tersebut karena terminal harus terus menyediakan sumber daya manusia dan juga menghidupkan alat selama masa operasi berlangsung sehingga biaya perusahaan jadi membengkak.
“PR kami yang utama adalah memperbaiki layanan yang ada. Bagaimana cara Pelindo membantu biaya logistik? Adalah dengan cara mempersingkat waktu port stay dan cargo stay,” tegasnya.
Standardisasi Pelabuhan
Arif menegaskan proses standardisasi operasional di Pelindo harus dibarengi dengan perbaikan kualitas layanan dan peningkatan kinerja pelabuhan. Untuk mencapai hal tersebut, Pelindo melakukan transformasi pada empat elemen utama secara holistik.
Keempat elemen yang ditransformasi oleh Pelindo tersebut, yakni pengembangan organisasi dan SDM, penerapan proses bisnis berbasis planning and controlling, optimalisasi infrastruktur dan peralatan, serta penciptaan kesadaran atau budaya kesehatan dan keselamatan.
“Kalimatnya sederhana, yakni memperpendek port stay dan cargo stay. Akan tetapi, proses yang harus dilalui panjang,” tegasnya.
Pria yang menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung ini menambahkan, program standardisasi pelabuhan akan fokus kepada pelabuhan hub utama guna mendorong dampak yang lebih besar sekaligus mempercepat perubahan di Pelindo.
“Saat ini kita sudah bisa melihat perbaikan layanan di Pelindo. Contoh pelabuhan-pelabuhan di Makassar, Medan, Jayapura, Ambon,” ujarnya.
Berdasarkan data tahun 2022, kinerja port stay di Pelabuhan Makassar, Sorong, dan Belawan telah mengalami perbaikan menjadi selama satu sampai 1,5 hari. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, sebelum merger kinerja port stay di ketiga pelabuhan tersebut kurang baik dan tidak memiliki standar. Kini kinerja port stay di pelabuhan-pelabuhan Pelindo sudah membaik dan juga memiliki standar.
Hal tersebut diamini oleh Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi yang mengakui jika performa port stay dan cargo stay di pelabuhan-pelabuhan hub utama Pelindo sudah sangat baik. Ia mengatakan perbaikan kinerja port stay dan cargo stay di pelabuhan-pelabuhan Pelindo merupakan hasil dari program standardisasi dan transformasi yang dilakukan pasca-merger.
“Secara umum port stay dan cargo stay di Pelindo sudah sangat baik. Perusahaan pelayaran nasional dan global sudah mulai merasakan peningkatan kualitas layanan di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo,” kata Setijadi dikutip di Jakarta.
Setijadi menyampaikan bahwa saat ini proses bisnis di pelabuhan sudah sangat efisien. Dari sisi customer atau perusahaan pelayaran (shipping line), proses pelabuhan yang efisien memberikan manfaat kepada penghematan biaya sewa kapal dan durasi pengiriman yang lebih cepat. Secara makro, perbaikan tersebut mendorong pada penurunan biaya logistik nasional.
Ia mendorong Pelindo untuk terus melakukan perbaikan di sisi infrastruktur guna terus menekan biaya logistik nasional. Ia mengingatkan kedalaman kolam pelabuhan-pelabuhan di Indonesia belum terstandardisasi dengan baik.
“Saat ini ada pelabuhan yang dalam sehingga bisa disinggahi oleh kapal bermuatan besar. Akan tetapi, kapal tersebut tak bisa berlayar ke pelabuhan lain karena di sana dangkal. Alhasil, perlu diberangkatkan kapal kecil yang membuat ongkos logistik lebih mahal karena tidak memenuhi kriteria skala ekonomi,” paparnya.
Kontribusi Positif Pelindo
Meski ada catatan kritis, Setijadi menegaskan bahwa secara umum aksi merger Pelindo sangat memberikan dampak positif. Ia mengatakan perbaikan kinerja Pelindo bukan hanya di aspek port stay dan cargo stay saja, tetapi juga mencakup aspek lain seperti arus peti kemas, arus barang, hingga laba bersih.
Berdasarkan catatan SCI, Pelindo sukses meningkatkan jumlah arus peti kemas menjadi 17,22 juta TEUs pada tahun 2022 atau naik 22,7% dibandingkan sebelum merger tahun 2020 yang sebesar 14,03 juta TEUs. Kemudian Pelindo juga berhasil mencatatkan arus barang menjadi 160 juta ton pada tahun 2022 atau naik 19,6% dibanding tahun 2020 yang sebesar 133,8 juta ton.
Di sisi keuangan, Pelindo berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp3,9 triliun pada tahun 2022 atau tumbuh sebesar 31,8% dibanding sebelum merger tahun 2020 yang sebesar Rp2,96 triliun.
Selain menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya saing nasional, aksi merger Pelindo juga memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara. Pada tahun 2022 lalu Pelindo mencatatkan kontribusi penerimaan terhadap negara sebesar Rp7,2 triliun atau naik sebesar 54% apabila dibandingkan tahun 2021 yang senilai Rp4,7 triliun.
Kontribusi positif Pelindo tersebut diberikan melalui setoran dividen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), konsesi, pajak penghasilan (PPH), PPN, dan PBB. Kontribusi positif tersebut tentu merupakan hasil dari program standardisasi dan transformasi pelabuhan yang merupakan turunan dari aksi merger Pelindo.
“Jika melihat angka tersebut, kontribusi Pelindo terhadap negara cukup besar. Kontribusi Pelindo tentu tak lepas dari aksi merger,” pungkas Setijadi.
Penulis: Cahyo Prayogo
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: