Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) menawarkan investasi di sisi hilir komoditas kelautan dan perikanan.
Selain peluangnya yang terbuka, Fortune Business Insight memperkirakan market size produk perikanan global menyentuh USD605,46 miliar pada tahun 2029.
"Peluang hilirisasi perikanan begitu besar, artinya kalau tidak ikut terlibat bisa-bisa kita ketinggalan di 2029," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo di Indonesia Aquaqulture Business Forum.
Budi memaparkan dari sisi permintaan, produk bermutu, bergizi dan bernilai tambah menjadi kata kunci yang kini dicari pasar. Karenanya, produk berlabel traceability, eco friendly, sustainability, ready to eat, ready cook dan ready to serve semakin diminati konsumen.
"Artinya apa, konsumen kita semakin cerdas karena menghendaki produk bermutu dan berkelanjutan," tutur Budi.
Tak hanya itu, dari sisi piramida nilai tambah, Budi melihat komoditas perikanan bisa diolah menjadi berbagai berbagai varian produk.
Mulai dari raw material yang bisa langsung dimasak, kemudian pengolahan pakan hewan ternak, produk kesehatan, kosmetik, hingga farmasi.
Dikatakannya, KKP juga telah merespons permintaan pasar dengan penyediaan bahan baku secara kontinyu dan sesuai standar baik jenis, ukuran hingga mutu.
Budi menyontohkan sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) misalnya, menunjukkan bahwa industri pengolahan menerapkan praktek yang baik.
"Ini kita belum bicara bagaimana teman-teman di KKP juga concern pada mutu sejak hulu misalnya dengan sertifikat CBIB, CPIB, dll," terang Budi.
Dalam kesempatan ini, Budi memaparkan analisa daya saing 5 komoditas prioritas. Pasar udang global misalnya, senilai USD60,4 miliar di tahun 2023. Kemudian rumput laut USD16,7 miliar, tilapia USD13.9 dan kepiting-rajungan USD879 miliar serta lobster menyentuh USD7,2 miliar di tahun yang sama.
Sementara market share Indonesia di pasa global mencapai 16,4% untuk rumput laut, lalu 9,7% untuk tilapia, dan 6,7% untuk udang di tahun 2022.
"Kepiting-rajungan kita baru 1,9% dan lobster hanya 0,5%. Tapi potensi kita ada untuk terus melakukan peningkatan," tutur Budi.
Karenanya, guna meningkatkan minat investasi di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif.
Di antaranya tax allowance berupa keringanan pajak penghasilan (PPh) dari nilai investasi atau 5% per tahun selama 6 tahun.
Lalu investment allowance berupa pengurangan laba bersih sebesar 60% dari total nilai investasi untuk 6 tahun atau 10% setiap tahun.
Budi memastikan jajarannya juga siap mendampingi para pelaku usaha agar bisa mengakses insetif tersebut.
"Mengurus perizinan berusaha juga semakin mudah melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang menyederhanakan prosedur, meningkatkan efisiensi, dan transparansi," tegas Budi.
Sebagai informasi, realisasi investasi kelautan dan perikanan mencapai Rp12,07 triliun di tahun 2023. Jumlah ini meningkat 38,02% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp8,75 triliun.
Budi menyebut pengolahan menjadi bidang usaha terbesar dalam menyerap investasi (38,56%) disusul budi daya (26,63%), perdagangan (20,25%), penangkapan (12,41%) dan jasa perikanan (1,97%).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku tengah bersiap merencanakan pembangunan infrastruktur berupa data terintegrasi. Data ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan dan investasi di kelautan dan perikanan Indonesia.
"Kami sedang merencanakan pembangunan infrastruktur Ocean Big Data yang bertujuan untuk pengawasan, monitoring, penyediaan data yang update, dan penyusunan decision support system," kata Trenggono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: