Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rekomendasi Kebijakan Energi untuk Transisi yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia

        Rekomendasi Kebijakan Energi untuk Transisi yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih (Net Zero Emissions/NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal. Hal ini merupakan titik penting dalam menghadapi krisis iklim dunia.

        Langkah penting untuk mencapai tujuan ini adalah transisi energi, yang mencakup pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi terbarukan. Percepatan transisi energi sangat penting untuk menjaga ketahanan energi Indonesia di tengah perubahan ekonomi dan geopolitik global.

        Untuk mencapai kemandirian energi dan memerangi krisis iklim, pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka memprioritaskan masalah ketahanan energi dan pemanfaatan energi bersih.

        Dalam lima tahun ke depan (2024-2029), percepatan transisi energi yang bersih akan sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

        Berbagai lembaga think tank, termasuk Climateworks Centre, Centre for Policy Development (CPD), Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), International Institute for Sustainable Development (IISD), dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), yang tergabung dalam Energy Transition Policy Development (ETP) Forum, telah mengadakan diskusi tentang pencapaian dan tantangan yang dihadapi selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.

        Baca Juga: Komitmen MedcoEnergi Dukung Transisi Energi

        Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan akan menggunakan sembilan butir rekomendasi ini yang dikategorikan ke dalam empat klaster sebagai landasan strategis untuk memimpin transisi energi yang adil dan berkelanjutan.

        Klaster 1: Reformasi subsidi energi dan peningkatan akses energi terbarukan di daerah 3T

        1. Subsidi energi saat ini terbilang tidak tepat sasaran. Reformasi dengan implementasi direct-targeted subsidy sangat diperlukan agar subsidi tersebut dapat langsung diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dapat dilakukan melalui program berbasis digital dan basis data yang akurat.

        2. Selain itu, akses energi yang andal dan bersih untuk daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) juga sangat penting. Pembangunan jaringan mikro, mini, dan off-grid berbasis komunitas atau koperasi dapat menjadi solusi konkrit.

        Klaster 2: Tata kelola dan regulasi untuk transisi energi

        3. Memisahkan peran regulator dan operator bisnis akan meningkatkan efisiensi dan mempercepat adopsi energi bersih melalui mekanisme yang lebih transparan. Dengan menerapkan kebijakan feed-in tariff, dan pengaturan wilayah usaha (wilus) listrik, maka dapat memperkuat pasar energi terbarukan. Untuk mempercepat pelaksanaan transisi energi, koordinasi lintas sektoral yang melibatkan lembaga strategis sangat penting.

        4. Memperkuat institusi koordinasi untuk transisi energi yang dapat dilakukan antara lain dengan penguatan Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Undang-Undang dan pembentukan satuan tugas koordinasi (SatGas) yang dipimpin oleh presiden atau wakil presiden untuk menjamin keterpaduan kebijakan, seperti kelembagaan penanggulangan kemiskinan atau respons bencana, sangat penting. Selain itu, untuk memastikan bahwa semua pihak, terutama masyarakat rentan dan tenaga kerja, mendapat manfaat dari transisi energi yang berkeadilan, regulasi pendukung seperti RUU EBET harus segera diterapkan.

        5. Pengembangan tata kelola dan kelembagaan, serta tata kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai bagian upaya dekarbonisasi sektor energi perlu menjadi perhatian Pemerintah, khususnya perluasan implementasi NEK di luar sektor ketenagalistrikan, seperti sektor industri dan subsektor transportasi.

        Baca Juga: BRIN dan Jepang Kolaborasi Riset Co-Firing Biomassa untuk Transisi Energi di Indonesia

        Klaster 3: Komitmen jangka panjang dan investasi teknologi untuk emisi nol bersih

        6. Indonesia perlu menegaskan komitmen dan posisinya dalam berkontribusi pada target dan tujuan global dengan melakukan, namun tidak terbatas pada; (i) peningkatan kapasitas bauran energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan (ii) penggandaan kapasitas efisiensi energi pada tahun 2030. Pemerintah juga perlu memastikan ada komitmen tegas untuk mencapai target emisi nol bersih terutama dengan memperkuat komitmen untuk percepatan penghentian operasional PLTU dan pengembangan carbon sink sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi nasional.

        7. Komitmen ini jelas memerlukan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan teknologi baru seperti implementasi sistem baterai yang digunakan untuk transportasi publik yang bersih, serta penggunaan hidrogen dan amonia hijau sangat penting untuk memastikan keberhasilan transisi energi.

        Klaster 4: Standar lingkungan dan dampak sosial dalam transisi energi

        8. Rencana pemanfaatan industri ekstraktif dan hilirisasi mineral kritis untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan transisi energi yang berkeadilan harus berlandaskan standar lingkungan yang tinggi agar dalam perjalanannya tidak merusak ekosistem lingkungan.

        9. Selain itu, strategi transisi energi harus mempertimbangkan aspek-aspek dari lensa sosial seperti, human capital, Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), dan mitigasi potensi dampak negatif bagi masyarakat lokal.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: