Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        REC PLN, Sertifikat Hijau yang Mengubah Wajah Industri Indonesia

        REC PLN, Sertifikat Hijau yang Mengubah Wajah Industri Indonesia Kredit Foto: PT PLN (Persero)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 terus bergerak dari tataran diplomatik menuju langkah konkret. Sejak meratifikasi Paris Agreement 2015, arah kebijakan nasional terus menguat pada upaya transisi energi bersih yang inklusif dan berkelanjutan.

        Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa NZE bukan sekadar visi jangka panjang, melainkan tujuan yang dapat dicapai lebih cepat dengan kerja sama.

        “Kami berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Paris Agreement 2015. Kami menargetkan net zero emission pada 2060, dan kami sangat yakin bisa mencapainya jauh lebih cepat,” ujarnya dalam pidato di Sidang Umum PBB, New York, Selasa (23/9/2025).

        Senada dengan itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa komitmen Indonesia terhadap energi bersih tetap kuat di tengah perubahan arah kebijakan global.

        “Tapi it's okay, itu global, tetapi Presiden Prabowo di bawah pemerintahan sekarang akan konsisten untuk melanjutkan tentang transisi energi dan renewable energy,” tegasnya dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

        Dari Komitmen ke Aksi Nyata

        Optimisme transisi energi terus menjalar ke berbagai sektor industri. Pelaku usaha berlomba memperkuat daya saing melalui efisiensi energi dan penggunaan listrik ramah lingkungan. Di tengah arus perubahan ini, PT PLN (Persero) hadir sebagai motor utama penyedia solusi hijau melalui layanan Green as a Service (GEAS) Renewable Energy Certificate (REC).

        Diluncurkan sejak 2020, REC menjadi instrumen pasar hijau yang memberikan pengakuan global atas penggunaan listrik dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Setiap satu unit REC mewakili 1.000 kilowatt hour (kWh) listrik hijau yang dihasilkan dari pembangkit EBT PLN, dengan harga terjangkau Rp35 ribu per unit.

        Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa REC merupakan wujud nyata peran PLN dalam mendukung transisi energi di sektor bisnis dan industri.

        “Kami siap melayani kebutuhan listrik hijau untuk sektor bisnis dan industri dengan proses yang mudah dan cepat,” ujar Darmawan dalam keterangan resmi di Jakarta, (7/8/2025).

        Lebih dari sekadar produk, REC menjadi strategi nasional untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global.

        “PLN berkomitmen meningkatkan daya saing industri dengan menyediakan layanan listrik hijau yang 100 persen dipasok oleh pembangkit EBT kami melalui REC,” tambahnya.

        Pertumbuhan yang Menggairahkan

        Perjalanan REC PLN mencatat lonjakan signifikan. Dari penjualan 308.610 megawatt hour (MWh) pada 2021, melonjak menjadi 1.762.953 MWh di 2022.
        Setahun berikutnya, jumlahnya berlipat menjadi 3.543.638 MWh, lalu menembus 5.382.245 MWh pada 2024. Hanya dalam semester pertama 2025, penjualan sudah mencapai 2.689.117 MWh.

        Menurut Darmawan, tren ini mencerminkan perubahan paradigma industri terhadap energi hijau.

        “Semakin banyak perusahaan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang mempercayakan suplai listrik hijaunya melalui REC PLN. Kami optimistis layanan listrik hijau ini akan terus tumbuh,” ujarnya.

        Pilar Energi Hijau Nasional

        PLN kini mengoperasikan sepuluh pembangkit EBT yang menjadi tulang punggung suplai REC: PLTP Kamojang, PLTP Ulubelu, PLTP Lahendong, PLTP Ulumbu, PLTA Cirata, PLTA Bakaru, PLTA Orya Genyem, PLTA Saguling, PLTA Mrica, dan PLTM Lambur.
        Jaringan pembangkit ini bukan sekadar penyedia energi, melainkan fondasi bagi transformasi industri menuju masa depan berkelanjutan.

        Industri yang Bergerak Bersama

        Transformasi hijau PLN telah menarik minat berbagai korporasi besar seperti PT Cheil Jedang Indonesia, Nike, PT Asahimas Chemical, PT South Pacific Viscose, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Air Liquide Indonesia, PT Smelting, PT Ceria Metalindo Prima, PT Frisian Flag Indonesia, PT Ajinomoto Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk, PT Bumi Suksesindo, dan masih banyak lainnya.

        Head ID SMS Department PT HM Sampoerna Tbk, Imron Hamzah, menyebut kerja sama ini selaras dengan komitmen keberlanjutan perusahaan.
        “Terima kasih atas kerja samanya yang sudah berjalan selama tiga tahun dengan PLN, dan semoga kerja sama ini akan berlanjut terus agar berdampak pada perkembangan penggunaan energi hijau di Indonesia,” ujarnya.

        General Manager PT Inecda Plantation, Khamdi, juga menilai kolaborasi ini sebagai langkah strategis memperkuat penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
        “Kami berharap kolaborasi bersama PLN ini dapat terus terjalin sehingga memberikan dampak baik melalui langkah-langkah yang mengedepankan prinsip bisnis berkelanjutan dan mengimplementasikan aspek-aspek ESG untuk mendukung Sustainable Development Goals (SDGs),” tutur Khamdi.

        Corporate Secretary PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), Tom Malik, mengatakan anak perusahaan yang mengelola Tambang Emas Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, yakni PT BSI, 100 persen menggunakan REC PLN.
        “Langkah ini sejalan dengan komitmen PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka) untuk mengurangi emisi karbon. Merdeka menargetkan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Lingkup 1 dan Lingkup 2 hingga 29 persen pada 2030 dan mencapai Emisi Nol Bersih pada 2050. Sertifikat Energi Terbarukan ini akan menurunkan emisi GRK Lingkup 2, yaitu emisi GRK secara tidak langsung yang berasal dari pembangkit listrik,” ucap Tom kepada Warta Ekonomi.

        Sementara itu, Chief Executive Officer Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan REC PLN dapat menjadi bukti klaim atas pemanfaatan EBT dalam operasional perusahaan bisnis maupun industri.
        “Mereka (perusahaan) membeli REC dari PLN agar bisa mengklaim bahwa mereka menggunakan listrik dari energi terbarukan. Nah, itu konteksnya. Jadi, untuk pelanggan, terutama yang punya target penggunaan energi hijau, REC ini memang membantu dari sisi klaim,” ungkapnya.

        Dari Sertifikat Menuju Perubahan

        Kini, REC PLN bukan sekadar dokumen legalitas penggunaan energi hijau, melainkan simbol transformasi industri nasional.
        Melalui inovasi ini, PLN tidak hanya menjual listrik bersih, tetapi juga menggerakkan semangat perubahan, dari sertifikat menuju perubahan nyata.

        PLN membuktikan bahwa energi hijau bukan sekadar pilihan moral, melainkan strategi ekonomi masa depan, strategi untuk bumi yang lebih lestari, industri yang lebih kompetitif, dan Indonesia yang lebih berdaulat energi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: