WE Online, Jakarta - Tower Bersama Infrastructure mengalami rugi kurs karena penguatan dolar AS terhadap rupiah. Perseroan melakukan lindung nilai agar ancaman tersebut tidak terus menggerus kinerja perusahaan.
Emiten infrastruktur telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menyebutkan laba bersih pada semester I-2015 sebesar Rp570,54 miliar atau Rp120,93 per saham. Laba bersih tersebut merosot sebesar 14,03% jika dibandingkan dengan laba bersih pada semester I-2014 yang mencapai Rp663,65 miliar atau Rp139,68 per saham. Merosotnya kinerja TBIG pada semester I tahun ini karena kerugian kurs yang cukup besar yaitu Rp100,02 miliar, sedangkan pada semester I tahun lalu perseroan malah mendapatkan keuntungan kurs sebesar Rp22,40 miliar.
"Di sektor ini kalau laba bersih turun ada beberapa faktor. Pertama adalah kurs. Kalau tidak ada kerugian kurs, sebenarnya tetap tumbuh," kata Presiden Direktur TBIG Herman Setya Budi saat ditemui Warta Ekonomi di kantornya.
Meski laba bersihnya mengalami koreksi akibat rugi kurs, Herman berharap kinerja perusahaan yang dipimpinnya tetap mencatatkan kinerja yang optimal hingga akhir 2015. "Sampai 2015, saya rasa akan lebih baik dari tahun lalu. Menurut saya, sesuai prediksi mestinya kita masih on track," tuturnya.
Tercatat, pendapatan pokok perseroan mengalami peningkatan sebesar 5,70% menjadi Rp1,63 triliun dari pendapatan pada semester I tahun lalu yaitu Rp1,58 triliun. Pendapatan pokok perseroan pada semester I-2015 dan semester I-2014 terdiri dari sewa dan pemeliharaan menara.
Beban pokok pendapatan perseroan mengalami penurunan dari Rp242,44 miliar menjadi Rp210,30 miliar. Sementara itu, beban usaha meningkat dari Rp137,01 miliar menjadi Rp154,11 miliar, beban keuangan meningkat dari Rp560,26 miliar menjadi Rp711,11 miliar, dan? keuntungan kenaikan nilai wajar atas properti investasi meningkat dari Rp90,56 miliar menjadi Rp161,74 miliar.
Aset TBIG pada semester I tahun ini mencapai Rp23,02 triliun, tumbuh sedikit dari aset pada 2014 yaitu Rp22,03 triliun. Utang perseroan mengalami peningkatan dari Rp17,90 triliun menjadi Rp18,85 triliun.
Herman menegaskan fundamental keuangan Tower Bersama Infrastructure tetap dalam kondisi baik, walaupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Ia menambahkan, seluruh pinjaman TBIG dalam dolar AS sudah dilindung nilai (hedging) baik nilai utang maupun suku bunganya.
"Saya percaya pada fundamental dan perusahaan ini yang dikelola dengan sangat cukup konservatif. Utang-utang kami yang dolar itu kami hedging. Jadi, yang di-hedging itu tidak cuma pokoknya, tetapi interest-nya juga di-hedging, sehingga kalau ada gejolak di sisi kurs, kami diuntungkan dari sisi hedging-nya. Namun, itu bukan tujuan dari perusahaan ini karena sebenarnya itu mem-protect perusahaan ini dari kerugian akibat kurs. Jadi, kalau jawaban saya tetap pada fundamental, pada operasional bisnis yang sustain," paparnya.
Herman mengatakan perusahaan telah melakukan hedging terhadap seluruh tenor pinjaman hingga 2022. Tower Bersama merupakan salah satu emiten yang memiliki utang dalam dolar AS dengan nilai yang cukup signifikan. Di antaranya, sindikasi pinjaman senilai US$1,29 miliar dan obligasi US$650 juta. Hampir 99% utang Tower Bersama dalam dolar AS dan sisanya dalam rupiah.
Tower Bersama Infrastructure telah memiliki sebanyak 12.159 site telekomunikasi dan 19.416 penyewaan sepanjang semester I-2015. Dengan total penyewaan sebanyak 18.411 menara telekomunikasi, rasio kolokasi (tenancy ratio) perseroan menjadi 1,65. Tower Bersama menambah sebanyak 301 menara telekomunikasi baru dan 307 kolokasi sepanjang kuartal II-2015. Perseroan menargetkan mampu menjaring 2.000 penyewa baru hingga akhir tahun ini. Guna mencapai target tersebut, TBIG mengalokasikan belanja modal sebanyak Rp2 triliun. Tahun ini, perseroan menargetkan EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation and amortization) mencapai Rp3 triliun, tumbuh 4,52% secara YoY.
Tower Bersama Infrastructure (dahulu PT Banyan Mas) didirikan pada 8 November 2004. Pemegang sahamnya, antara lain, PT Wahana Anugerah Sejahtera sebesar 30,25%, PT Provident Capital Indonesia sebesar 25,25%, dan JPMCC SPO Partners II LP sebesar 5,69%. Adapun Wahana Anugerah Sejahtera 99,84% sahamnya dimiliki oleh Saratoga Investama Sedaya.
Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan usaha Tower Bersama,? antara lain, menjalankan usaha dalam bidang jasa penunjang telekomunikasi meliputi jasa persewaan dan pengelolaan menara base transceiver station (BTS), jasa konsultasi bidang instalasi telekomunikasi, serta melakukan investasi atau penyertaan pada perusahaan lain. Saat ini, kegiatan utama perseroan adalah melakukan investasi atau penyertaan pada entitas anak.
Pada 15 Oktober 2010, Tower Bersama Infrastructure memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) sebanyak 551.111.000 saham dengan nilai nominal Rp100 per saham kepada masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga penawaran perdana sebesar Rp2.025 per saham. Pada 26 Oktober 2010, seluruh saham tersebut telah dicatatkan di BEI.
Kinerja perusahaan tak lepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Herman, yang pernah menerima penghargaan Best CEO Commitment on Human Capital, mengatakan bahwa pengembangan di bidang human capital merupakan sesuatu yang tidak terelakkan.
"Jangkauan operasional kami cukup masif dengan coverage wilayah yang sangat luas. Tidak bisa tidak, kami harus punya human capital yang baik, dan ini hanya bisa dilakukan bila pengelolaan human capital-nya juga baik. Sudah cukup lama kami mengalokasikan resources untuk mengembangkan human capital management yang efektif," jelasnya.
Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 21
Penulis: Iwan Supriyatna
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: