Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Reklamasi Jakarta, Acuan Menko Maritim Baru

Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menyatakan keberhasilan dalam mengatasi permasalahan reklamasi Teluk Jakarta merupakan acuan kinerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru.

"Reklamasi Teluk Jakarta menjadi acuan kinerja Menko Maritim," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (27/8/2016). 

Menurut Abdul Halim, berbagai bukti pelanggaran yang dilakukan harus ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum yang tegas.

Selanjutnya, ujar dia, langkah tersebut juga perlu disertai dengan upaya memulihkan ekosistem perairan Teluk Jakarta dan dipenuhinya hak-hak konstitusional masyarakat pesisir. "Hal ini menjadi pekerjaan rumah utama Menko Luhut (Pandjaitan)," ucapnya.

Kiara berpendapat, untuk melegitimasi proyek reklamasinya, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama selalu berlindung di balik alasan-alasan yang tidak prinsipil.

Padahal sejak awal, ujar Abdul Halim, Gubernur DKI yang akrab dipanggil Ahok itu mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 2338 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL).

"SK ini terbukti melanggar banyak aturan yang lebih tinggi di atasnya," kata Abdul Halim.

Sekjen Kiara mengingatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebutkan bahwa SK Gubernur 2238/2014 melanggar hukum antara lain karena tidak dijadikannya UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Selain itu, alasan lainnya adalah tidak adanya Rencana Zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007, proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan, reklamasi tidak sesuai dengan Prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum sebagaimana UU 2/2012.

Selanjutnya, tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis semata, menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur, menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan) dan mengganggu objek vital berupa PLTU, PLTGU Karang, PLTGU Muara Tawar, Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di sekitar proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Di tempat terpisah, pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin berpendapat, penggunaan diskresi oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar pengembang pulau reklamasi Teluk Jakarta memberikan kontribusi tambahan sebesar 15 persen tidak bisa dipidanakan.

"Penggunaan diskresi harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya. Semua pejabat pemerintahan bisa mengeluarkan diskresi" kata Irmanputra Siddin di Jakarta, Rabu (27/7).

Ia menjelaskan, diskresi merupakan tindakan atau kebijakan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi, tetapi tak ada landasan hukum, atau ada landasan hukumnya tetapi tidak memberikan kepastian. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: