Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean menyakini gesekan politik pada pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 tidak akan mempengaruhi dinamika bisnis keuangan di Indonesia.
"Rasanya tidak. Dua dekade telah berlalu sejak model politik Indonesia bermetamorfosis dari pola bisnis berpatron politik-birokrasi ke arah model politik yang lebih terbuka dan sangat demokratis," ujar Adrian dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Menurutnya, pola interaksi politik-bisnis yang telah terbentuk saat ini telah melepaskaitkan antara bisnis dengan patronase politik. Akibatnya, dinamika ekonomi-bisnis berjalan secara independen dengan proses gesekan kepentingan kekuasaan di antara pelaku-pelaku politik.
"Artinya, mungkin cukup realistis untuk berekspektasi bahwa pilkada 2018 dan pilpres 2019, sekali lagi, tidak akan berpengaruh terhadap konfigurasi harga-harga aset di pasar obligasi, saham, dan uang di tahun-tahun tersebut," kata Adrian.
Bila berkaca pada 15 tahun lalu sejak 2003 (atau setahun sebelum pilpres 2004) bisa disimpulkan bahwa perubahan konfigurasi harga-harga aset di Indonesia lebih dijelaskan oleh dinamika perekonomian global yang terjadi saat itu ketimbang oleh pilkada atau pilpres.
Di tahun 2003-2004, konfigurasi makro yang terbentuk di Indonesia adalah produk langsung dari pemulihan Asia pasca krisis moneter 1998 dan pemulihan pasar saham global pasca pecahnya dot.com bubble (gelembung era internet) di tahun 2001. Pada waktu itu, Indonesia di tahun 2000 tengah memasuki fase awal pemulihan ekonomi.
"Di tahun 2008-2009, konfigurasi makro juga lebih dipengaruhi oleh terjadinya krisis global di Amerika dan Eropa. Di tahun 2013-2014, sekali lagi, konfigurasi makro Indonesia lebih dipengaruhi oleh jatuhnya harga-harga komoditas global," pungkasnya.
Oleh karena itu, di tahun 2018-2019, ekonomi Indonesia akan lebih dipengaruhi oleh faktor global juga, yaitu mulai naiknya harga-harga komoditas dunia. Bergeraknya ekonomi dunia memasuki terra incognita, yang dicirikan oleh divergensi global dalam arah pergerakan suku bunga dan menciutnya neraca bank sentral di Amerika dan Eropa akan menyebabkan konfigurasi harga-harga aset Indonesia menjadi berbeda dengan episode di tiga periode pemilihan umum sebelumnya.
"Tahun ini dan tahun depan konfigurasi makroekonomi kita akan diuntungkan oleh semakin kuatnya dinamika perdagangan global dan harga-harga komoditas," ucap Adrian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: