Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fahri Hamzah: Masa Bicara Pakai Mulut Disebut Makar

Fahri Hamzah: Masa Bicara Pakai Mulut Disebut Makar Kredit Foto: Viva
Warta Ekonomi -

VIVA – Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai, tidak ada kaitannya sangkaan makar terhadap sejumlah tokoh belakang ini oleh Kepolisian untuk menjerat seseorang.

Menurut Fahri, istilah makar hanya berlaku, jika sekelompok orang menggunakan alat persenjataan dan berupaya menggulingkan pemerintah yang sah. Karena hanya lewat ucapan, menurut dia, polisi tak berhak memberikan sangkaan makar.

\"Saya mengimbau polisi, jangan gunakan pasal makar. Sebab, yang bisa makar yang punya senjata. Kalau tidak punya senjata, tidak bisa makar. Sudah lah, tolong lah,\" kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 16 Mei 2019.

Menurut dia, penyampaian seseorang menggunakan mulut dan tidak menggunakan senjata, lalu kenapa kemudian disebut sebagai perbuatan makar?

\"Masa, orang yang ngomong pakai mulut doang disebut makar,\" katanya.

Fahri berpendapat, aksi demonstrasi ataupun penyampaian pendapat tidak bisa dikenakan delik makar. Dalam pandangannya, istilah serangan yang bersifat berat hanya berlaku jika mengerakkan kekuatan menggunakan senjata.

\"Aanslag itu pakai mulut itu sekarang sudah dihapus dalam undang- undang kita, setelah konstitusi ini. Tidak ada lagi yang namanya makar pakai mulut, yang ada makar pakai senjata,\" katanya.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka dalam kaitannya dugaan makar. Tidak hanya Eggi, sejumlah tokoh turut dilaporkan dengan sangkaan yang sama.

Polisi sendiri menyatakan, penanganan kasus dugaan makar berpatokan pada fakta hukum. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi, Dedi Prasetyo, menerangkan, penyidik juga menjunjung tinggi profesionalitas dalam melakukan penyelidikan sebuah kasus.

Jika memang ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam penyidikan yang dilakukan penyidik, ada mekanisme konstitusional yang bisa ditempuh.

\"Ada mekanisne konstitusionalnya, bisa diuji di ranah sidang praperadilan, dibuka di situ, apakah langkah-langkah penyidik sudah betul apa tidak. Jadi, ya silahkan sebagai warga negara Indonesia yang baik harus menghargai bahwa ini adalah negara hukum, dengan segala bentuk macam konstitusi harus dihargai,\" kata Dedi. (asp)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: