Menteri Lingkungan Zimbabwe Mangaliso Ndlovu telah membela praktik penangkapan gajah remaja dan menjualnya ke kebun binatang dan taman hiburan. Mereka memilih melakukan ekspor hewan-hewan itu ke China.
"Di taman nasional Hwange, kami memiliki kapasitas hampir 15 ribu gajah, tetapi, saat ini kami memiliki lebih dari 53 ribu gajah," kata Ndlovu.
Baca Juga: Puluhan Gajah Mati di Zimbabwe, Penyebabnya. . .
Ndlovu mengatakan, Zimbabwe berurusan dengan populasi gajah yang sangat banyak. Untuk mengatasi itu, pemerintah memilih untuk melakukan ekspor hewan itu daripada memilih untuk membunuhnya dengan penilaian cara tersebut lebih berkelanjutan.
"Populasi gajah turun secara signifikan, kecuali untuk wilayah Afrika Selatan, tetapi, dunia berusaha mengajarkan wilayah ini bagaimana cara melestarikan satwa liar. Sungguh, ironi itu," ujar Ndlovu, dikutip dari CNN.
Overpopulasi, menurut Ndlovu, secara ekstensif merendahkan habitat dan memengaruhi keanekaragaman hayati di taman nasional. Dana dari penjualan gajah di luar negeri pun langsung disalurkan ke taman nasional dan bukan ke pemerintah.
Laporan CNN baru-baru ini menyatakan, para pejabat Zimbabwe secara legal menangkap gajah di Taman Nasional Hwange. Mereka kemudian mengirimkannya ke China menggunakan peti kecil. Para ahli gajah mengatakan, hewan itu sangat cerdas dan bersosial, tidak cocok untuk dikurung.
Ndoluv menyatakan, negaranya telah mengikuti prosedur untuk memastikan hewan yang terkurung itu akan terbiasa dengan manusia dalam jarak dekat. "Kami memastikan hewan-hewan ini disesuaikan dengan lingkungan di mana mereka akan berada pergi. Jadi saya tidak tahu di mana orang mendapatkan bagian yang trauma ini," ujarnya.
Namun, praktik tersebut akan segera selesai. Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) di Jenewa awal tahun menyetujui larangan penjualan hewan. Keputusan ini pun didukung oleh koalisi negara-negara Afrika dan Uni Eropa.
Atas keputusan itu, Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa belum menentukan keputusan. Ndlovu mengatakan, menjadi hak prerogatif presiden sebagai kepala negara untuk memutuskan akan tetap berada dalam CITES atau memutuskan keluar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: