Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Demokrasi di Tahun 2021 Hadapi Tantangan Berat di tengah Pandemi dan Resesi

Demokrasi di Tahun 2021 Hadapi Tantangan Berat di tengah Pandemi dan Resesi Partai Demokrat | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meskipun belum mengarah pada otoritarianisme, demokrasi Indonesia saat ini menuju masyarakat post democracy, yaitu masyarakat yang menggunakan seluruh institusi demokrasi, tetapi demokrasi hanya berkembang di permukaan sebagai formalitas saja. 

Apalagi dengan pandemi dan resesi ekonomi saat ini, ada kecenderungan pemerintah bertindak berlebihan dan menafikan demokrasi dalam menangani pandemi.

Demikian disampaikan Ketua Balitbang DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam diskusi daring Proklamasi Democracy Forum ke-8, bertajuk Demokrasi Indonesia Di tengah Pandemi & Resesi Ekonomi: Harapan Untuk 2021 (30/12).

Herzaky menegaskan transparansi, kredibilitas dan kebebasan arus informasi, partisipasi dan kolaborasi kelompok masyarakat sipil secara sukarela, merupakan unsur-unsur penting dalam menangani pandemi sesuai nilai-nilai demokrasi. Sedangkan parlemen benar-benar menjalankan check and balances, bukan hanya mendukung pemerintah.

Terkait ini, Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Puskappol UI, mengingatkan ancaman terhadap demokrasi Indonesia pada 2021. Ada ancaman demokrasi berupa represi kebebasan sipil dan politik, termasuk secara daring, ruang partisipasi publik yang terbatas karena pandemi, dan meluasnya konsolidasi aparat keamanan dalam ruang publik.

Ada pula ancaman politik elektoral, berupa kekuatan oligarki dan dinasti politik yang juga terkonsolidasi, serta dilemahkannya peluang calon perseorangan. Terakhir, keterbatasan dalam mengawai pemerintah, seperti tercermin dalam korupsi bansos oleh Menteri Sosial.

Adit pun mengingatkan salah satu tantangan terbesar tahun 2021 adalah pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada.

Bicara soal Pilkada, Komisioner KPU RI Viryan Azis mengungkapkan hanya Indonesia yang bisa menyelenggarakan Pemilu dengan partisipan terbanyak saat pandemi yaitu 75%. Ini pertanda positif bagi demokrasi Indonesia.

Sedangkan pegiat HAM dan demokrasi Donny Ardianto dari Kurawal Foundation, menegaskan politisasi penegak hukum, menandai kemunduran demokrasi di Indonesia, disamping pemusatan kekuasaan dan pemberangusan oposisi.

Polisi menjadi alat kekuasaan untuk menekan kritik dan lawan politik dengan menggunakan perangkat hukum. Donny khawatir lahirnya rejim otoritarian baru yang disokong alat pukul yang baru ini.

Robertus Robert, ahli sosiologi dari UNJ, menegaskan kalau demokrasi tumbuh apabila ada partisipasi warga negara. Karena itu, memperkuat dan menyehatkan partai politik merupakan bagian penting dalam demokrasi. Dalam dua tahun terakhir, civil society sudah mulai siuman sejak adanya polarisasi akibat pilpres 2014.

Arif Zulkifi, Kepala Pemberitaan Korporat Tempo Media, mengingatkan pers menghadapi tantangan berat pada tahun 2021. Mobilitas dan cara kerja dunia pers terbatasi oleh pandemi. Pers juga bekerja di bawah ancaman kriminalisasi melalui UU ITE, dan serangan dari pihak-pihak anti demokrasi berupa doxing dan hacking. Situasi pandemi juga menekan industri media dari sisi ekonomi.

Di dalam kalangan pers sendiri, belum ada pemahaman yang seragam tentang  konsistensi media di tengah masyarakat yang terbelah. Dalam kasus penembakan anggota FPI, misalnya, Arief menegaskan koridor nilai-nilai kemanusiaan mesti menjadi pegangan bersama, terlepas para korbannya punya ideologi dan pandangan politik seperti apa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: