Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

APJATI Pertanyakan Pembatalan 147 PMI

APJATI Pertanyakan Pembatalan 147 PMI Kredit Foto: Republika
Warta Ekonomi, Jakarta -

Buntut dari tidak berangkatnya 147 Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) minta pada Menteri Tenaga Kerja dan Presiden untuk mengevaluasi kinerja dan posisi Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani.

Sekertaris Jenderal  APJATI, Kausar N Tanjung, menilai langkah Benny telah menghambat proses penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Khususnya ke Malaysia yang terjadi pada 31 Mei 2022.

Kausar menyesalkan tindakan Benny Ramdhani yang tidak mengijinkan pemberangkatan 147 calon PMI dari Nusa Tenggara Barat. Menurutnya, alasan tidak diberikannya izin kurang berdasar. Tindakan itu diikuti dengan keterangan pers Benny Ramdhani pada Kamis (2/6/2022). “Narasi itu tidak menggambarkan hal yang sebenarnya,” kata Kausar, dalam siaran pers, Sabtu (4/6/2022).

Dijelaskannya, Benny Ramdhani menyebut tidak dijinkannya pemberangkatan 147 PMI karena PMI itu tidak menggunakan visa kerja, tetapi hanya menggunakan visa rujukan. Padahal calon pekerja migran Indonesia wajib memiliki visa kerja.

Kausar  menjelaskan visa rujukan merupakan dokumen resmi ketenagakerjaan yang dikeluarkan pemerintah Malaysia. Ini memang berlaku bagi pekerja asing yang bekerja di negaranya.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penempatan Pekrja Migran Indonesia sebagai aturan  turunan UU No 18 Tahun 2017 pasal 15 menjelaskan   P3MI memfasilitasi proses pengurusan visa kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan negara tujuan penempatan .

Berdasarkan aturan itu, maka visa rujukan itu menjadi dasar hukum penempatan PMI ke Malaysia selama ini. Data resmi dari BP2MI pada 2019, 2020, 2021 dan 2022 tercatat penempatan ke Malaysia dengan menggunakan visa yang sama yaitu visa rujukan.

Bahkan pada hari yang sama  tidak diijinkannya 147 PMI dari NTB berangkat ke Malasyia, ada penempatan PMI dari Sumatera Utara juga menggunakan visa yang sama begitu juga 2 minggu sebelumnya. “Jadi sebenarnya, tidak ada masalah dengan visa rujukan itu,“ ungkap Kausar.

Menurutnya, tindakan Benny maupun konferensi pers yang digelarnya, yang menyinggung berbagai pihak di internal pemerintah dan negara lain menjadi pertanyaan besar. Pelarangan Benny itu, kata Kausar, terjadi justru setelah MOU penempatan PMI ke Malaysia ditandatangani oleh Menaker dan Kementerian Sumber Manusia Malaysia, yang saksikan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yakob, pada 1 April 2022.     

Kausar menyebut, proses pengurusan dokumen 147 PMI asal NTB itu sudah melalui prosedur yang ditetapkan kedua negara. Yaitu telah memiliki job order yang ditandatangani oleh Kedutaan Besar RI di Malaysia dan telah memiliki Surat Ijin Perekrutan (SIP) dari BP2MI dan Surat Perintah Rekrut (SPR) yang dikeluarkan Dinas yang membindangi tenaga kerja di daerah.

Setelah melakukan perekrutan juga telah melakukan identitas Pekerja (ID) dari Dinas di daerah. Para PMI itu telah melalui wawancara dari user di Malaysia, telah lulus tes kesehatan hingga dibuatkan passport.

"Hal yang paling menyedihkan ke 147 CPMI tersebut telah menunggu selama 3 tahun tidak bisa berangkat karena Pandemi dan menunggu kesepakatan MOU kedua Negara serta keputusan Dirjen Tenaga Kerja,” paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: